TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) membantah putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK kental dengan nuansa politis. Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono menegaskan pihaknya tidak berpolitik praktis.
“MK tidak berpolitik praktis,” ujar Fajar pada Jum’at 26 Mei 2023 melalui pesan tertulis.
Fajar mengatakan setiap putusan Mahkamah Konstitusi itu didasari oleh pertimbangan hukum para hakim konstitusi. Ia menyebut para hakim konstitusi juga akan berpedoman dengan hukum yang berlaku dengan asas keadilan hukum dalam memutuskan perkara.
“MK memutus perkara berdasarkan keadilan konstitusi. Pertimbangannya, pertimbangan hukum. Itu saja,” kata dia saat dikonfirmasi.
Meski begitu, Fajar memahami bilamana putusan Mahkamah Konstitusi itu dikaitkan dengan isu-isu politis. Sebab, ia menyebut saat ini di Indonesia sendiri tengah memasuki tahun-tahun politik.
“Karena ini tahun politik, semua lantas seolah-olah dapat dikaitkan dengan politik. Termasuk putusan MK,” kata Fajar.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan terhadap Undang-undang KPK. Putusan tersebut memutuskan menghilangkan batas umur calon pimpinan KPK dengan minimal usia 50 tahun serta menjadikan masa jabatan komisioner KPK menjadi lima tahun.
Adalah Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang merupakan pemohon pengajuan gugatan judicial review tersebut di Mahkamah Konstitusi. Ia menggugat Pasal 29 dan Pasal 34 UU KPK.
Eks Komisioner KPK Saut Situmorang sempat menanggapi putusan dari Mahkamah Konstitusi tersebut. Menurut dia, putusan bernomor Putusan 112/PUU-XX/2022 itu sarat akan kepentingan poltis terutama menjelang pemilu 2024.
“Argumentasi dan nalar hukumnya MK ini sudah diwarnai dengan kepentingan politik. Apalagi kalau bukan kontestasi pada 2024,” kata Saut pada Kamis 25 Mei 2023 melalui sambungan telepon seluler kepada Tempo.
Ia menyebut perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK tersebut ada hubungannya dengan perpanjangan masa jabatan hakim Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu. Ia menyebut bisa jadi perpanjangan masa jabatan komisioner KPK merupakan buah hasil dari perpanjangan jabatan hakim Mahkamah Konstitusi.
“Ini kan ada kaitannya dengan periodisasi kepemimpinan di MK yang tadinya ada periodisasi kemudian menjadi usia 70 tahun. Itu semua ada kaitan perpanjangan-perpanjangan itu,” ujar dia.
Wakil Ketua KPK 2015-2019 ini juga meragukan putusan perpanjangan tersebut akan diberlakukan untuk kepemimpinan KPK periode berikutnya. Saut menilai putusan Mahkamah Konstitusi itu langsung diterapkan pada komisioner KPK era saat ini.
“Nah, kita tunggu dulu. Beberapa waktu lalu pemerintah kan bilang mau bentuk pansel, kalau mau bentuk pansel kan silakan. Kalau retorikal seperti ini sudah biasa kita. Berhubung bla-bla-bla makanya kita ikutik MK. Berarti gajadi panselnya, makanya berlaku tahun ini kan putusannya. Itu analisis saya,” ujar dia.
Selain itu, Saut juga meragukan penambahan masa jabatan pimpinan KPK itu akan berdampak baik pada pemberantasan korupsi. Berkaca pada era pimpinan KPK saat ini, ia menilai perpanjangan masa jabatan pimpinan hanya akan membawa masalah lain.
“Kan sudah jelas mereka kayak gimana selama empat tahun ini. Mereka bagian dari masalah. Ada kode etik dilanggar, Dewasnya ga berfungsi padahal punya Perdewas tapi ga paham sama Perdewas yang mereka bikin,” jata Saut.