Pada 1906 dengan Stanblat Nomor 120 tahun 1906 dibentuklah Pemerintah Gemeente. Pemerintah kota besar ini dikepalai oleh seorang Burgemeester atau Walikota. Sistem Pemerintahan ini dipegang oleh orang-orang Belanda dan berakhir pada 1942 dengan datangya pemerintahan pendudukan Jepang.
Berlanjut pada masa Jepang terbentuklah pemerintah daerah Semarang yang di kepalai Militer (Shico) dari Jepang. Didampingi oleh dua orang wakil (Fuku Shico) yang masing-masing dari Jepang dan seorang bangsa Indonesia. Tidak lama sesudah kemerdekaan, yaitu tanggal 15 sampai 20 Oktober 1945 terjadilah peristiwa kepahlawanan pemuda-pemuda Semarang yang bertempur melawan balatentara Jepang yang bersikeras tidak bersedia menyerahkan diri kepada Pasukan Republik. Perjuangan ini dikenal dengan nama Pertempuran lima hari di Semarang.
Pada 16 Mei 1946, lnggris atas nama Sekutu menyerahkan Kota Semarang kepada pihak Belanda. Namun pada 3 Juni 1946, dengan tipu muslihat pihak Belanda, mereka menangkap Mr. Imam Sudjahri, walikota Semarang sebelum proklamasi kemerdekaan.
Selama masa pendudukan Belanda tidak ada pemerintahan daerah kota Semarang. Narnun para pejuang di bidang pemerintahan tetap menjalankan pemerintahan di daerah pedalaman atau daerah pengungsian diluar kota sampai dengan Desember 1948. Derah pengungsian berpindah-pindah mulai dari kota Purwodadi, Gubug, Kedungjati, Salatiga, dan akhirnya di Yogyakarta.
Pimpinan pemerintahan berturut-turut dipegang oleh Raden Patah, R.Prawotosudibyo dan Mr Ichsan. Pemerintahan pendudukan Belanda yang dikenal dengan Recomba berusaha membentuk kembali pemerintahan Gemeente seperti dimasa kolonial dulu di bawah pimpinan R Slamet Tirtosubroto. Hal itu tidak berhasil, karena dalam masa pemulihan kedaulatan harus menyerahkan kepada Komandan KMKB (Komando Militer Kota Besar) Semarang pada Februari 1950.
1 April 1950, Mayor Suhardi yang merupakan Komandan KMKB menyerahkan kepemimpinan pemerintah daerah Semarang kepada Mr Koesoedibyono, seorang pegawai tinggi Kementrian Dalam Negeri di Yogyakarta. Ia menyusun kembali aparat pemerintahan guna memperlancar jalannya pemerintahan.
Kini setelah 476 tahun berdirinya, Semarang terus eksis dengan dipimpin oleh Wali Kota perempuan pertama mereka, Hevearita Gunaryanti Rahayu. Dalam HUT ke-476 tersebut, kota yang juga dijuluki Kota Lumpia ini mengadakan sejumlah perayaan mulai dari Festival durian, ziarah makam pendiri Kota Semarang, Gebyar Porwakos, Jambore Pokdarwis, Google Extremax Day, Semarang Job Fair, Launching Batik Khas Semarangan, Pemecahan Rekor MURI Makan Bersama 11.476 Nasi Glewo, hingga pesta rakyat pada malam puncaknya.
Pilihan editor : Kota Semarang Jadi Simpul Ekonomi Jawa Punya Sejarah dari Zaman-Kolonial
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.