Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sejarah Sidang Isbat Penentu Ramadan dan Idul Fitri

image-gnews
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (tengah), Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid (kedua kanan), Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi (kedua kiri), Ketua MUI Abdullah Jaidi (kiri), dan Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin (kanan) memberikan keterangan pers usai menggelar Sidang Isbat 1 Syawal 1444H di Gedung Kementerian Agama, Jakarta, Kamis, 20 April 2023. Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan 1 Syawal 1444 H atau Hari Raya Idul Fitri jatuh pada Sabtu, 22 April 2023. TEMPO/M Taufan Rengganis
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (tengah), Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid (kedua kanan), Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi (kedua kiri), Ketua MUI Abdullah Jaidi (kiri), dan Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin (kanan) memberikan keterangan pers usai menggelar Sidang Isbat 1 Syawal 1444H di Gedung Kementerian Agama, Jakarta, Kamis, 20 April 2023. Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan 1 Syawal 1444 H atau Hari Raya Idul Fitri jatuh pada Sabtu, 22 April 2023. TEMPO/M Taufan Rengganis
Iklan

INFO NASIONAL – Pemerintah melalui Kementerian Agama selalu menggelar sidang isbat untuk menentukan awal Ramadan dan kepastian Idul Fitri. Mengapa hal ini dilakukan?

Di tahun dibentuknya Kementerian Agama pada 1946 diterbitkan regulasi tentang kewenangan menetapkan hari raya yang terkait dengan peribadatan sebagai Hari Libur. Regulasi ini tertuang dalam Penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 2/Um.

Menurut konsiderans Penetapan Pemerintah tersebut, perlu diadakan aturan tentang hari raya setelah mendengar Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, untuk seterusnya tiap-tiap tahun hari raya tersebut ditetapkan oleh Menteri Agama.

Penetapan Pemerintah Nomor 2/Um ditetapkan di Yogyakarta pada 18 Juni 1946 oleh Presiden Soekarno dan Menteri Agama H. Rasjidi serta diumumkan oleh Sekretaris Negara A.G. Pringgodigdo. Penetapan Pemerintah dalam konteks masa itu menyebut hari raya terdiri dari Hari Raya Umum, Hari Raya Islam, Hari Raya Kristen dan Hari Raya Tiong Hwa.

Sejak dekade 1950-an—sebagian sumber menyebut tahun 1962—pertama kali diadakan Sidang Isbat dalam rangka penetapan tanggal 1 Ramadan dan Idul Fitri. Sidang Isbat diisi dengan paparan ulama/ahli dan pendapat organisasi-organisasi Islam sebelum pengambilan putusan tentang awal Ramadan dan Idul Fitri yang diumumkan kepada masyarakat.

Adapun Sidang Isbat awal Ramadan diadakan setiap 29 Sya’ban. Pengumuman Menteri Agama tentang 1 Ramadan dan Idul Fitri adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat.

Dalam buku Agenda Kementerian Agama 1950 -1952 diterbitkan oleh Bagian Publikasi dan Redaksi Djawatan Penerangan Jalan Pertjetakan Negara - Jakarta, Bab Keputusan Kementerian Agama Tentang Hari-Hari Besar terdapat penjelasan, “Penetapan Hari Raya Islam, terutama permulaan Puasa Ramadan, selain dengan memperhitungkan peredaran bulan, juga berdasarkan rukyat maka oleh karena itu penetapan tanggal 1 Ramadan dan Idul Fitri pada pokoknya harus menunggu rukyatul hilal yang kelak akan diumumkan pada waktunya.”

Di masa Menteri Agama K.H. Saifuddin Zuhri, terbit Keputusan Menteri Agama Nomor 47 Tahun 1963 tentang Perincian Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama, sebagai penyempurnaan regulasi sebelumnya. Pada pasal 26, Keputusan Menteri Agama Nomor 47 Tahun 1963 diuraikan 47 tugas Departemen Agama, di antaranya ialah “menetapkan tanggal-tanggal hari raya yang ditetapkan sebagai hari libur.” Mekanisme penetapan awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha kemudian dilembagakan menjadi Sidang Isbat di Kementerian Agama.

Salah satu langkah monumental Kementerian Agama tahun 1970-an ialah membentuk Badan Hisab dan Rukyat (BHR). Badan Hisab dan Rukyat dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 76 Tahun 1972 dan pertama kali diketuai oleh Sa’adoeddin Djambek, seorang pakar ilmu falak terkemuka Muhammadiyah. Keanggotaan Badan Hisab dan Rukyat terdiri dari para ulama/ahli yang berkompeten dari berbagai unsur organisasi dan instansi terkait.

Menteri Agama periode 1971 – 1978 Prof. H.A. Mukti Ali sewaktu melantik anggota Badan Hisab dan Rukyat, Agustus 1972, menyampaikan tiga hal berkenaan dengan peran dan tugas Badan Hisab dan Rukyat, sebagai berikut:

Pertama, menentukan hari-hari besar Islam dan hari libur nasional yang berlaku seluruh Indonesia.

Kedua, menyatukan penentuan awal bulan Islam yang berkaitan dengan ibadah umat Islam, seperti 1 Ramadan, 1 Syawal (Idul Fitri), 10 Zulhijjah (Idul Adha).

Ketiga, menjaga persatuan umat Islam, mengatasi pertentangan dan perbedaan dalam pandangan ahli hisab dan rukyat dan meminimalisir adanya perbedaan dalam partisipasi untuk membangun bangsa dan negara.

Badan Hisab dan Rukyat yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam sejak dekade terakhir diubah menjadi Tim Hisab dan Rukyat, dan belakangan Tim Unifikasi Kalender Hijriyah. Ke depan, sejalan dengan peningkatan kinerja Kementerian Agama mungkin perlu dirumuskan kembali pelembagaan badan hisab dan rukyat.

Dalam konteks ini, negara tidak mencampuri substansi ibadah, tetapi negara menyediakan pelayanan dan pedoman bagi kelancaran pelaksanaan ibadah sepanjang dibutuhkan. Peran pemerintah melalui Kementerian Agama adalah memfasilitasi kepastian waktu pelaksanaan ibadah yang membutuhkan keterlibatan negara sejalan dengan amanat konstitusi UUD 1945 pasal 29.

Sejauh ini terdapat beberapa perubahan regulasi tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama, seperti PMA No 72 Tahun 2022, PMA No 42 Tahun 2016, dan PMA No 10 Tahun 2010, PMA No 3 Tahun 2006, atau KMA No 1 Tahun 2001. Kewenangan Menteri Agama untuk menetapkan tanggal-tanggal hari raya ataupun awal puasa melalui Sidang Isbat belakangan tidak dinormakan secara eksplisit.

Dalam hubungan ini Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pada pasal 52 A menegaskan bahwa pengadilan agama memberikan isbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun hijriyah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Penjelasan pasal 52 A undang-undang tersebut, “Selama ini pengadilan agama diminta oleh Menteri Agama untuk memberikan penetapan (itsbat) terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada setiap memasuki bulan Ramadan dan awal bulan Syawal tahun Hijriyah dalam rangka Menteri Agama mengeluarkan penetapan secara nasional untuk penetapan 1 (satu) Ramadan dan 1 (satu) Syawal. Pengadilan agama dapat memberikan keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat.”

Penentuan awal bulan Qamariah yang lazim dilakukan di negara kita menggunakan kriteria wujudul hilal dan imkanur rukyat, yakni ketinggian hilal yang diakui. Umat Islam di Indonesia memulai ibadah puasa Ramadan dan Idul Fitri mengikuti dua metode, yaitu hisab (hitungan astronomi atau peredaran bulan) atau metode rukyat (pemantauan bulan).

Kedua metode itu telah melembaga di masyarakat dan saling berdampingan. Penetapan tanggal 1 Ramadan, 1 Syawal dan 10 Zulhijjah sejatinya berada di ranah dialektika sains, bukan masalah akidah dan hukum ibadah.

“Masalah hisab rukyat di Indonesia sering menjadi persoalan nasional, khususnya di kalangan umat Islam dalam kaitan dengan masalah ibadah dan hari-hari besar Islam. Hisab rukyat tidak hanya berhubungan dengan masalah ibadah dan hari-hari besar saja, namun kajiannya lebih luas, seperti penyusunan almanak atau kalender, perkiraan akan terjadi gerhana dan sebagainya,” ujar Wahyu Widiana (2003), mantan Direktur Pembinaan Peradilan Agama Kementerian Agama dan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung dalam sambutan buku Kalender Urfi karya K.H. Banadji Aqil.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Keputusan Fatwa Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal dan Zulhijjah menetapkan:

Pertama, penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI c.q. Menteri Agama dan berlaku secara nasional.

Kedua, seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah.

Ketiga, dalam menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam dan Instansi terkait.

Keempat, hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal dirukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang mathla’-nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI.

Pertemuan Teknis MABIMS (Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura) tahun 2016 menghasilkan butir-butir kesepakatan mengenai kriteria baru tinggi bulan 3 derajat dan elongasi bulan (jarak bulan-matahari) 6,4 derajat. Kriteria MABIMS mulai digunakan oleh Kementerian Agama dalam Sidang Isbat penetapan 1 Ramadhan 1443 H/2022 M.

Sebelumnya, beberapa tahun berturut-turut, tidak terdapat potensi perbedaan perhitungan hisab dan hasil rukyat dalam penetapan 1 Ramadan dan 1 Idul Fitri di negara kita. Ibadah puasa Ramadan dan Idul Fitri dapat dilaksanakan serentak baik menurut versi hisab maupun rukyat karena faktor alam yang mempersatukan.

Kementerian Agama bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas-ormas Islam pernah membahas Penyatuan Kalender Hijriyah atau Kalender Islam Global. Sejumlah pakar yang dihadirkan berasal dari perwakilan Mahkamah Agung RI, Pengadilan Tinggi Agama, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Informasi Geospasial (BIG), Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al-Washliyah, dan Persis. Juga hadir waktu itu para ahli hisab-rukyat perorangan, astronom, dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi. Langkah strategis dan transformatif Kementerian Agama untuk mematangkan unifikasi Kalender Islam perlu dilanjutkan.

Penyatuan Kalender Islam memerlukan cara pandang baru dan pemanfaatan sains secara optimal. Jika ada cara untuk mempersatukan umat dalam memulai ibadah puasa Ramadan dan serentak berhari raya Idul Fitri dan Idul Adha, akan lebih baik. Wallahu a’lam bisshawab. (*)

 

Fuad Nasar (Mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang).

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Pj Bupati Banyuasin Gelar Pengajian untuk Memperingati HUT Kabupaten Banyuasin

1 jam lalu

Pj Bupati Banyuasin Gelar Pengajian untuk Memperingati HUT Kabupaten Banyuasin

Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Banyuasin Ke-22, Pj Bupati Banyuasin, Hani Syopiar Rustam, bersama dengan jajaran Forkopimda, ASN dan masyarakat, menggelar pengajian di Masjid Agung Al Amir, Rabu, 24 April 2024.


Nikson Nababan Tinjau Pembukaan Jalan di Akhir Masa Jabatan

2 jam lalu

Nikson Nababan Tinjau Pembukaan Jalan di Akhir Masa Jabatan

Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan, meninjau langsung pembukaan jalan di Desa Rura Julu Toruan, Selasa 23 April 2024.


Upaya Pengelolaan dan Pengurangan Sampah di Daerah

3 jam lalu

Upaya Pengelolaan dan Pengurangan Sampah di Daerah

Masalah sampah bisa menjadi bencana jika penanganannya tidak komprehensif dan berkelanjutan.


Bamsoet: Perikhsa Siap Gelar 'Deffensive Shooting' pada Juli

17 jam lalu

Bamsoet: Perikhsa Siap Gelar 'Deffensive Shooting' pada Juli

Sebelum lomba digelar, peserta akan dibekali pengetahuan tentang teknik menembak, teknik bergerak, hingga teknik mengisi ulang peluru (reload magazine).


Bamsoet Dukung UI Racing Team Berlaga di Formula Student Czech 2024

18 jam lalu

Bamsoet Dukung UI Racing Team Berlaga di Formula Student Czech 2024

Bambang Soesatyo mendukung para mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang tergabung dalam UI Racing Team ikut dalam kompetisi Formula Student Czech 2024


Pegadaian Raih Laba Rp.1,4 Triliun di Kuartal I/2024

19 jam lalu

Pegadaian Raih Laba Rp.1,4 Triliun di Kuartal I/2024

Kinerja memuaskan ini merupakan kado indah untuk Pegadaian yang telah genap berusia 123 tahun.


BNPT Apresiasi Kerja Sama Penanggulangan Terorisme dengan Uni Eropa

19 jam lalu

BNPT Apresiasi Kerja Sama Penanggulangan Terorisme dengan Uni Eropa

Indonesia menjadi role model upaya penanggulangan terorisme. Uni Eropa sangat ingin belajar dari Indonesia.


Wacana Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Berpotensi Langgar UU Penerbangan

21 jam lalu

Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo. Foto: Arief/vel
Wacana Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Berpotensi Langgar UU Penerbangan

Penarikan iuran yang akan dimasukkan dalam komponen perhitungan harga tiket pesawat itu dinilainya berpotensi melanggar Undang-Undang (UU).


Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

21 jam lalu

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi di Widya Chandra IV Nomor 23, Jakarta, Sabtu (20/4/2024). Foto : Oji/Novel
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.


Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile

21 jam lalu

Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile

Kompetisi profesional kasta tertinggi di Indonesia yaitu PLN Mobile Proliga 2024 siap digelar mulai 25 April 2024. Untuk memudahkan pecinta voli yang ingin menonton langsung gelaran ini di lokasi pertandingan, tiket pertandingan dapat dibeli melalui aplikasi PLN Mobile.