TEMPO.CO, Jakarta - Penugasan terhadap 1.200 prajurit TNI di wilayah Kodam XVIII/Kasuari di Papua Barat dan Papua Barat Daya menuai reaksi dari masyarakat. Salah satunya di Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya, di mana sejumlah warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Maybrat Peduli Kenyamanan protes karena penyebaran prajurit ini disertai pendirian pos-pos militer di kampung mereka, yaitu di Kampung Konja dan Kampung Bori.
Kepala Penerangan Kodam XVIII/Kasuari Kolonel Inf Batara Alex Bulo menjelaskan bahwa penugasan terhadap 1.200 prajurit ini, salah satunya bertujuan untuk menciptakan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat. Ini berkaitan dengan penyerangan Koramil Kisor di Maybrat pada 2 September 2021 silam. Sebanyak 4 prajurit TNI gugur dalam peristiwa tersebut.
Akibat kejadian tersebut, terjadi eksodus warga dari 5 kampung. Batara bercerita bahwa pihaknya siang malam berupaya mengembalikan warga dari 5 kampung tersebut. Ia mengakui pekerjaan ini tidaklah mudah. Warga bersedia kembali ke kampungnya ketika ada jaminan keamanan.
"Masyarakat meminta dengan resmi kepada kami TNI Polri dan Pemda untuk memberikan jaminan keamanan," kata Batara saat dihubungi Senin, 18 April 2023.
Permintaan resmi ditujukan ke Kodim 1809 Maybrat, Polres Maybrat, dan pemerintah daerah. Permintaan itu sampai ke Kodam. Kodam akhirnya bergerak dan menyurati Mabes TNI, TNI Angkatan Darat, hingga Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md.
Penjabat Bupati Maybrat Bernhard Rondonuwu, kata Batara, juga bolak-balik ke Jakarta untuk upaya pemberian jaminan keamanan bagi para pengungsi ini. Batara menyebut pihaknya dalam kasus ini mendukung Pemda. "Karena ini wilayah bukan darurat militer, bukan darurat sipil. Ini keadaan aman, semua di tangan Pemda," kata Batara.
Batara juga menyebut Pangdam XVIII/Kasuari juga bolak-balik ke Maybrat, melewati jalan darat dan tidur di kampung-kampung yang sempat ditinggal warga tersebut. Menurut dia, seluruh upaya itu dilakukan untuk memulangkan para warga yang mengungsi.
Sehingga, pendirian pos militer adalah salah satu upaya pemberian jaminan keamanan tersebut. Akan tetapi ketika TNI berhasi membujuk warga, Batara menyebut ada lagi sebagian kelompok yang akhirnya mempengaruhi warga-warga tersebut. Salah satunya lewat aksi demo tersebut. "Saya imbau setop sudah," kata Batara.
Batara kemudian mencontohkan ratusan prajurit yang tergabung dalam Satgas Yonif 136/Tuah Sakti yang dikirim ke Papua Barat, Maret 2022, untuk membantu Pemda. Dalam kerja di lapangan, Batara mengklaim tidak ada pelanggaran HAM dari Satgas ini sampai sekarang. "Kalau ada kami pecat," kata mantan Dandim 1807/Sorong Selatan ini.
Batara tidak mempermasalahkan adanya pihak yang punya opini bersebearangan dengan TNI. Ia pun mempersilahkan pihak tersebut membawa data dan fakta bila disebut TNI mengintimidasi, atau bahkan memperkaya diri. "Baru kami hadirkan apa yang kami perbuat untuk masyarakat," kata dia.
Adapun selain untuk memberikan jaminan keamanan bagi pengungsi Maybrat, Batara menyebut penugasan terhadap 1.200 prajurit ini juga bertujuan untuk mengawal pembangunan di daerah setempat. Bagi TNI, kata Batara, pembangunan adalah senjata untuk melawan kelompok yang terus menciptakan konflik, bahkan menuntut kemerdekaan wilayah sendiri dari Indonesia.
Sementara itu, Batara telah mendapatkan informasi soal adanya protes warga terkait pendirian pos militer di Kampung Konja dan Kampung Bori ini. Batara menyebut TNI tentu punya penilaian strategis tersendiri ketika menempatkan pos militer di titik tertentu, bukan analisis satu dua hari tapi tahunan.
Sampai akhirnya TNI memilih titik-titik yang dianggap strategsi. "Jadi tak alasan untuk menolak titik-titik tersebut, justru saya bertanya, ada apa menolak titik-titik yang kami anggap strategis untuk ditempatkan pos?" kata Batara saat dihubungi, Selasa, 18 April 2023.
Warga Demo di Depan Gedung DPRD
Sebelumnya, sejumlah wagra ini memprotes pendirian pos militer tersebut dengan melakukan aksi damai di depan Gedung DPRD Kabupaten Maybrat pada Senin siang kemarin, 17 April 2023. "Mereka (TNI) datang secara tiba-tiba dan tidak menjelaskan maksud dan tujuan secara baik," kata koordinator aksi, Alberto Harin Turot, saat dihubungi, pada hari yang sama.
Dalam dokumentasi aksi yang diterima Tempo, tampak sejumlah orang berkumpul di depang Gedung DPRD sambil membentangkan beberapa spanduk protes. Sementara itu, pendemo juga membagikan foto-foto yang menjadi markas baru TNI di kampung-kampung mereka, berikut prajurit yang sudah mengisinya.
Menurut Alberto, belum ada keterangan pasti dari pihak TNI soal pendirian pos militer yang menjadi markas satgas perbatasan ini. "Intinya bahwa mereka sementara menempati kantor di Kampung Konja dalam waktu yang tidak ditentukan," kata Alberto.
Dalam keterangannya, aliansi menyebut pendekatan keamanan seperti menghadirkan TNI justru telah memicu masalah baru bagi orang Papua. Kabupaten Maybrat. Kehadiran TNI sampai ke kampung-kampung dinilai jadi ancaman bagi kenyamanan hidup masyarakat. Mereka mereka tidak aman ketika berkumpul dan berdiskusi.
Aliansi mencontohkan kejadian di Kampung Bori, di mana aparat militer berjaga di luar gedung gereja saat ibadah minggu. Untuk itu, para pendemo menyampaikan tiga tuntutan. Pertama, tarik dan pulangkan TNI Polri dari beberapa tempat khususnya di Kampung Konja dan Bori.
Kedua, bila tuntutan pertama tak dipenuhi, maka pendemo akan turun lagi dengan jumlah massa yang jauh lebih besar. Ketiga, pendemo meminta aspirasi mereka dijawab paling lama Kamis, 19 April 2023.
Advokat HAM Papua, Yohanis Mambrasar, yang jadi pendamping aliansi juga menyebut pendemo berasal dari komunitas Suku Aifat. Yohanis menjelaskan bahwa pada Minggu, 11 April 2023, Pangdam XVII Kasuari Papua Barat Mayor Yenderal Gabriel Lema telah memimpin upacara penerimaan 1.200 personil anggota TNI yang dikirim dari Yonif 133/YS dan Yonif 623/BWU, di lapangan upacara Yonif 762/VYS Sorong Papua Barat Daya.
Para prajurit inilah yang kemudian ditempatkan ke sejumlah kampung di Maybrat, Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten lainnya di Papua Barat Daya. Pangdam, kata Yohanis, mengatakan 1.200 prajurit TNI ini ditugaskan untuk mengamankan pembangunan, menjaga keamanan dan juga sebagai katalisator yang dapat mengedukasi warga.
Dikutip dari Antara, 1.200 ini merupakan personel Satgas Pengamanan Perbatasan TNI Angkatan Darat. Gabriel menjelaskan bahwa pasukan itu berjumlah tiga satgas, yakni dua satgas sudah tiba di Sorong, dan satu satgas lagi dalam perjalanan atau masih di Ambon.
"Dua satgas yang sudah tiba adalah Batalion 133/ Satria Yudha berasal dari Kodam I/Bukit Barisan Palembang dan Batalion 623/ Bakti Wira Utama dari Kodam VI/ Wulawarman Makassar," kata Pangdam XVIII/Kasuari Mayor Jenderal TNI Gabriel Lema.
Dari tiga kodam ini, kata dia, setiap batalion mengirimkan 400 personel sehingga jumlahnya 1.200 personel. Selanjutnya dikirim ke seluruh wilayah Kodam XVIII Kasuari yang meliputi Papua Barat dan Papua Barat Daya. Mereka bertugas selama setahun untuk mengamankan pembangunan.
Penyebaran prajurit inilah yang kemudian diprotes warga. Demonstran, kata Yohanis, menyatakan kampung mereka bukanlah wilayah perang dan bukan wilayah konflik antara TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat) dan TNI Polri. "Warga yang awalnya bebas ke hutan berkebun atau berburu menjadi takut dan tidak bebas beraktifitas pasca kehadiran TNI di Kampungnya," kata Yohanis.
Pilihan Editor: Respons KPK dan Pengamat Soal Muhammad Adil yang Diduga Gadaikan Kantor Bupati Meranti ke Bank