TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang P. Wirataraman, menyatakan apa yang disampaikan Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar, dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, bukanlah merupakan kasus hukum.
"Sejak awal saya diminta memberi keterangan ahli apakah kasus layak dinaikkan atau tidak, saya selalu jawab kasus itu tidak mungkin jadi kasus hukum karena basisnya hasil riset," kata dia dalam acara Refleksi, Dukungan, dan Doa Bersama Solidaritas untuk Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di Social Movement Institute, Yogyakarta, Selasa, 11 April 2023.
Alih-alih dipidana, Herlambang menyatakan diskusi Haris dan Fatia seharusnya direspons dengan perdebatan ilmiah. "Ini hasil riset, silakan lawan dengan riset kalau tidak sependapat, bukan dengan pidana," ujarnya. Menurut Herlambang, hasil riset ilmiah tidak dapat dikenakan pasal pidana.
Selain itu, Herlambang mengatakan substansi yang disampaikan Haris dan Fatia merupakan kritik terhadap pejabat yang punya kepentingan bisnis dengan melibatkan militer di Intan Jaya. "Apa yang disampaikan Haris dan Fatia adalah bagian dari kepentingan umum. Ini dikecualikan dari ketentuan pidana."
Herlambang menambahkan, substansi kritik Haris dan Fatia juga bukan substansi yang dikecualikan dalam sistem hukum HAM. "UU Nomor 12 Tahun 2005 jelas menguraikan pembatasan-pembatasan hak yang dimungkinkan. Kasus Haris dan Fatia tidak termasuk di antaranya," ujarnya.
Herlambang menegaskan kasus kriminalisasi Haris dan Fatia wajib dikawal karena berurusan dengan perasaan pejabat yang tidak terukur. "Bagaimana mau menempatkan perasaan dalam sistem hukum? Ini problem demokrasi," kata Herlambang.
Kriminalisasi Haris dan Fatia, menurut Herlambang, juga merupakan ancaman terhadap kebebasan akademik. "Kebebasan akademik tidak hanya domain kampus, tetapi juga diseminasi pengetahuan di luar kampus," ucapnya.
Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti telah menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin lalu, 3 April 2023. Keduanya didakwa melakukan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Kasus ini berawal dari pernyataan keduanya saat membahas hasil riset berjudul Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya. Merujuk hasil riset yang dilakukan sejumlah organisasi tersebut, mereka menyebut Luhut terlibat dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.
Pilihan Editor: Kriminalisasi Haris-Fatia, Dosen Fisipol UGM: Bukti Nyata Turunnya Kualitas Demokrasi