TEMPO.CO, Jakarta - Mabes Polri menjelaskan alasan penyidik Bareskrim menolak laporan keluarga korban anak-anak tragedi Kanjuruhan terhadap personel Polda Jawa Timur yang bertanggung jawab dalam insiden itu kemarin, Senin, 10 April 2023.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan membenarkan lima keluarga korban yang didampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) hendak melaporkan Pasal 80 Tentang Perlindungan Anak ke Bareskrim.
Ramadhan mengatakan mereka sempat berkonsultasi dengan petugas piket Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Namun tidak bisa menerbitkan laporan karena kasus tersebut belum berkekuatan hukum tetap.
“Petugas piket tidak memberikan rekomendasi untuk penerbitan Laporan Polisi lagi karena proses hukum masih berjalan (Kasasi) sehingga belum inkrachr (Berkekuatan Hukum Tetap),” kata Ramadhan dalam pernyataan tertulisnya, Selasa, 11 April 2023.
Senin kemarin, Koordinator LBH Pos Malang, Daniel Siagian bersama perwakilan KontraS, Muhammad Yahya, tiba di Bareskrim bersama keluarga korban anak-anak tragedi Kanjuruhan pukul 11.00 WIB. Mereka sempat berkonsultasi dengan penyidik selama lima jam sebelum laporan mereka ditolak.
Yahya mengatakan rencana laporan ini didasarkan pada banyaknya korban anak-anak dalam tragedi Kanjuruhan. Ia mengatakan 44 dari total 135 korban jiwa adalah anak-anak dan perempuan. Namun pasal perlindungan anak tidak digunakan dalam penuntutan, alih-alih dakwaan hanya menggunakan Pasal 359 dan 360 KUHP.
Mereka pun berencana melaporkan anggota Polda Jatim yang bertanggung jawab dalam kekerasan terhadap penonton anak-anak saat tragedi Kanjuruhan, mulai dari pangkat terendah hingga perwira tinggi.
“Di sini kami ingin membuat laporan baru, cuma sayangnya setelah berdiskusi panjang lebar dan alot dengan pihak Kepolisian, dari SPKT juga, itu menolak laporan yang kami ajukan,” kata Yahya di Bareskrim, Senin, 10 April 2023.
Ia menuturkan alasan penyidik menolak karena tidak membawa alat bukti yang cukup. Padahal, kata Yahya, alasan itu tidak berlandaskan hukum karena berdasarkan Kitab Hukum Acara Pidana, proses pembuktian ada di penyelidikan.
Koordinator LBH Pos Malang, Daniel Siagian, mengatakan ia membawa lima keluarga korban mendatangi Bareskrim untuk menagih penegakan hukum untuk anggota keluarga mereka yang menjadi korban kekerasan aparat. Menurut keluarga korban, proses penegakkan hukum tragedi Kanjuruhan masih jauh dari keadilan. Daniel menyebut vonis rendah dan bebas anggota Kepolisian Daerah Jawa Timur sebagai bukti.
“Dua terdakwa bebas dan juga putusannya sangat ringan ini justru memperkuat bahwa hari ini harusnya Bareskrim lebih proaktif untuk melakukan perkembangan kasus dalam pengusutan tuntas tragedi Kanjuruhan,” ujarnya.
Pilihan Editor: Koalisi Sipil Desak Pelaporan Mereka Soal Sidang Tragedi Kanjuruhan Ditangani Divisi Propam Mabes Polri