TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa Hukum Partai Demokrat yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengaku telah mempelajari empat novum alias bukti baru yang dipakai Jenderal (Purnawirawan) Moeldoko dalam pengajuan Peninjauan Kembali atau PK ke Mahkamah Agung.
Moeldoko disebut-sebut telah mengajukan PK untuk menggugat putusan kasasi dalam kasus kudeta atau Kongres Luar Biasa Partai Demokrat. "Keempat novum sudah pernah diajukan dalam sidang PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)," kata Hamdan dalam konferensi pers di Kantor Demokrat, Jakarta, Senin, 3 April 2023.
Bahkan, menurut dia, ada dua novum yang secara nyata dengan nomor bukti yang sudah pernah diajukan di pengadilan. Tapi, kata Hamdan, Moeldoko mengajukan kembali bukti tersebut. "Jelas bukan novum," ujarnya.
Selain itu, ada juga novum berupa berita-berita media yang baru tayang. Padahal, inti berita ini sudah dibicarakan saat di PTUN. Oleh sebab itu, Hamdan yakin bukti yang diajukan Moeldoko tak bisa dianggap sebagai novum. "Tidak ada sesuatu yang baru," kata Hamdan.
Hamdan juga mengatakan bahwa Moeldoko mengajukan PK dengan alasan ada kekhilafan nyata dari hakim. Hamdan membantah argumentasi itu dan menyebut tidak ada kekhilafan seperti yang dituduhkan. Oleh sebab itu, Hamdan yakin PK ini tidak punya dasar sehingga pengadilan harus menolaknya.
AHY Umumkan Kubu Moeldoko Ajukan PK
Sebelumnya pada hari ini, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY mengumumkan adanya PK yang dilakukan Moeldoko pada 3 Maret. Karena kekhawatiran adanya intervensi politik, Demokrat mengutus tim hukum yang dipimpin Hamdan untuk mengajukan kontra memori atau jawaban atas PK Moeldoko ke PTUN.
AHY menjelaskan bahwa putusan kasasi telah menolak gugatan Moeldoko lewat putusan nomor 487/K/TUN 2022 pada 29 September 2022. AHY juga menyebut Moeldoko mengklaim telah menemukan empat novum, yang menurut dia sama sekali tidak bisa dianggap novum. Sebab, keempatnya sudah jadi bukti dalam sidang PTUN Jakarta dengan perkara nomor 150/G/2021 pada 23 November 2021.
AHY juga menerangkan PK diajukan Moeldoko pada 3 Maret lalu, atau satu hari setelah partainya mengusung mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden. AHY lantas menemui seluruh kader partai lewat apel pimpinan Senin pagi yang dihadiri 38 Ketua DPD, 514 DPC, dan 1.800 anggota DPRD.
Forum ini, kata AHY, berpendapat bahwa PK ini bukan tidak mungkin erat kaitannya dengan tujuan menggagalkan pencapresan Anies. "Forum juga berpendapat ada upaya serius membubarkan koalisi perubahan, caranya dengan mengambil alih Demokrat," kata AHY.
Apalagi, kata AHY, praktisi hukum juga menyebut PK bisa jadi ruang gelap dalam pengadilan karena ada celah masuknya intervensi politik. Bila intervensi itu benar terjadi, maka keadilan dan demokrasi di Tanah Air dinilai sudah dalam keadaan lampur merah alias darurat.
Selain mengirim tim hukum ke PTUN, AHY juga menyebut Ketua DPD dan DPC sepakat mengirim surat perlindungan hukum kepada Ketua MA. Mereka ingin menunjukkan soliditas dan sikap satu kesatuan komando dengan Demokrat yang dipimpin AHY. "Mereka katakan kami tak rela dan sudi partai kami diambil alih Moeldoko," ujar AHY.
Bagaimanapun, AHY menyebut pihaknya sadar ada resiko yang harus ditanggung ketika mengusung bakal calon presiden yang tidak dikehendaki oleh rezim penguasa. Sejak tahun lalu, kata dia, perwakilan tim kecil yang membantu Anies sudah menyampaikan resiko ini bahwa bukan tidak mungkin penguasa akan meradang.
Termasuk, risiko dari upaya Moeldoko yang akan mengajukan PK untuk menghambat laju koalisi perubahan. Bahkan sejak tahun lalu pun, AHY menyebut internal partai sudah memprediksi bahwa PK ini pasti akan sangat politis dan berpotensi membubarkan koalisi perubahan. "Kini dugaan itu terbukti," tutur dia.
Sebelumnya, MA telah menolak kasasi yang diajukan Moeldoko dalam kasus Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Deli Serdang beberapa waktu lalu. "Tolak kasasi," bunyi amar putusan MA dalam laman resmi lembaga itu di Jakarta, Senin, 3 Oktober 2022.
Perkara yang diajukan oleh Moeldoko tersebut terregistrasi dengan nomor 487/K/TUN/2022 dengan termohon Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Ketua Umum Partai Demokrat AHY. Perkara tersebut diputus oleh majelis hakim yang diketuai oleh Irfan Fachruddin dengan anggota Yodi Martono Wahyunadi dan Sudaryono serta Panitera Pengganti Joko Agus Sugianto.
Menanggapi putusan MA Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya mengapresiasi MA dan majelis hakim yang telah memeriksa perkara itu dengan adil dan sesuai dengan hukum
Ia mengatakan bahwa penolakan dua putusan kasasi ini makin menegaskan bahwa kepemimpinan Ketua Umum AHY dan AD/ART hasil Kongres Partai Demokrat 2020 sah secara hukum dan sudah sesuai dengan aturan.
"Partai Demokrat bersyukur dan mengapresiasi Mahkamah Agung dan majelis hakim yang telah memeriksa perkara ini dengan adil," kata dia.
Kisruh antara Moeldoko dengan Partai Demokrat berawal saat mantan Panglima TNI itu dinyatakan terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam Kongres Luar Biasa yang diadakan di Deli Serdang, Sumatera Utara pada awal 2021 lalu.
Pada 2021, Partai Demokrat diterpa isu internal. Beberapa kader partai itu menggelar Kongres Luar Biasa atau KLB, dan menetapkan Moeldoko sebagai Ketua Umum. KLB Demokrat dilakukan karena beberapa kader tersebut dipecat dan dituduh terlibat dalam kudeta. Tujuan pengambilalihan itu disebut untuk kepentingan soal calon presiden 2024. AHY langsung mengumumkan adanya upaya kudeta partai yang dilakukan oleh Moeldoko. Kedua kubu pun mengajukan sengketa ini ke jalur hukum.
Adapun Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko enggan membeberkan novum atau barang bukti baru yang diajukannya dalam Peninjauan Kembali alias PK ke Mahkamah Agung (MA) atas perkara kasus Kongres Luar Biasa alias kudeta Partai Demokrat. Moeldoko bersama eks Sekjen Demokrat versi KLB Jhonny Allen Marbun mengajukan PK atas putusan MA yang memenangkan Partai Demokrat yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY.
"Ora ngerti aku, ora ngerti (tidak tahu saya, tidak tahu)," ujar Moeldoko saat ditemui di Gedung Krida Bhakti, Jakarta Pusat, Senin, 3 April 2023.
FAJAR PEBRIANTO | JULNIS FIRMANSYAH
Pilihan Editor: Kader Demokrat Teriak di Depan AHY: Lawan Moeldoko Sekarang Juga