TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK memastikan proses hukum bekas pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo masih terus berjalan. Pelaksana tugas Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu menyebut pekan depan akan ada pengumuman perkembangan terbaru.
"Mohon ditunggu Minggu depan ya," kata Asep pada Sabtu 1 April 2023 melalui pesan tertulis.
Meski begitu, Asep enggan menjelaskan lebih jauh mengenai sejauh mana perkembangan kasus tersebut. Oleh karenanya, ia meminta kepada publik untuk menantikan pengumuman lebih lanjut.
Senada, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan penyidik masih terus mengerjakan kasus Rafael Alun. Ia menyebut KPK masih terus mengembangkan kasus tersebut.
"Penyidik masih terus bekerja," ujar dia dalam keterangan tertulisnya.
Penahanan Rafael Alun tinggal menunggu waktu
Menjawab pertanyaan publik mengenai mengapa Rafael tidak kunjung ditahan, Ali menjelaskan hal tersebut hanya masalah waktu. Ia mengatakan hal tersebut bergantung dari sejauh mana progres pengembangan kasus yang dilakukan oleh penyidik KPK.
"Tersangka KPK tidak ada yang tidak di tahan kan? Ini kan soal waktu saja," ujar dia.
Rafael Alun telah ditetapkan tersangka oleh KPK dengan dugaan penerimaan gratifikasi. Penetapan status tersangka tersebut bersamaan dengan pengumuman penaikkan status penyidikan terhadap kasusnya.
"Benar sebagai tindak lanjut komitmen KPK dalam penuntasan setiap kasus, saat ini berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK telah meningkatkan pada proses penyidikan dugaan korupsi penerimaan sesuatu oleh pemeriksa pajak pada Ditjen Pajak Kemenkeu RI tahun 2011 s/d 2023," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis, 30 Maret 2023.
Awal mula kasus Rafael Alun terbongkar
Nama Rafael Alun Trisambodo menjadi sorotan setelah kasus penganiayaan yang dilakukan putranya, Mario Dandy Satriyo, terhadap seorang remaja berusia 17 tahun di Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. Mario disebut kerap memamerkan harta kekayaan orang tuanya berupa mobil Jeep Rubicon dan motor gede Harley Davidson.
Kedua kendaraan itu tak masuk dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dilaporkan Rafael ke KPK. Rafael mengaku memiliki harta sejumlah Rp 56,7 miliar. Nilai itu dianggap janggal oleh KPK karena posisi Rafael yang hanya sebagai pejabat Eselon III di Kementerian Keuangan.
PPATK pun mengeluarkan laporan hasil analisa (LHA) transaksi janggal Rafael yang nilai mutasinya mencapai Rp 500 miliar. Rafael diduga melakukan pencucian uang dengan modus menggunakan banyak nama dalam transaksi keuangan. Selain itu, PPATK menyebut adanya jaringan pencuci uang profesional di belakang Rafael Alun.
Setelah kasus Rafael Alun terungkap, harta kekayaan sejumlah pejabat di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Bea Cukai Kementerian Keuangan pun menjadi sorotan. PPATK bahkan mengeluarkan data bahwa terdapat transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun yang sebagian diantaranya melibatkan pegawai Kementerian Keuangan.