TEMPO.CO, Jakarta - Bareskrim Polri saat ini masih mengkaji apakah akan menerima aduan dari Ketua Masyarakat Anti Korupsi atau MAKI Boyamin Saiman terhadap Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, Kementerian Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md..
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengatakan jajarannya masih mengkaji surat aduan dari MAKI tersebut. “Yang diterima adalah berkas pengaduan. Masih dikaji apakah bisa diproses lanjut atau tidak,” kata Agus Andrianto saat dihubungi, Kamis, 30 Maret 2023.
Sebelumnya Ketua MAKI Boyamin Saiman membuat surat aduan terhadap ketiganya ke Bareskrim pada 28 Maret 2023 soal dugaan tindak pidana membuka rahasia transaksi mencurigakan di Kemenkeu sebesar Rp 349 triliun.
Berharap Ditolak
Boyamin melaporkan kasus itu dalam rangka menyelesaikan perdebatan antara Pemerintah dan DPR sekaligus menguji pernyataan anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan, dalam rapat. Saat itu Arteria menyebut tindakan membuka hasil laporan PPATK merupakan tindak pidana sebagai mana Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
"Daripada diperdebatkan terus antara Pemerintah dan DPR, sudahlah saya ngalah lapor ke Bareksrim." ujarnya
Ia menyampaikan laporan itu sebagai logika terbalik yang berharap ditolak sebagai bentuk dukungan kepada Ivan, Mahfud Md, dan Sri Mulyani agar TPPU yang disebutkanya dapat dikupas tuntas. Menurutnya laporan tersebut dapat menjembatani perdebatan dan upaya untuk mengupas TPPU.
Sebelumnya, PPATK menyebut ada temuan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebut aliran dana mencurigakan tersebut diduga berasal dari tindak pidana pencucian uang.
"TPPU, pencucian uang. Itu hasil analisis dan hasil pemeriksaan, tentunya TPPU. Jika tidak ada TPPU, tidak akan kami sampaikan," kata Ivan pada 21 Maret 2023 dalam rapat kerja bersama DPR.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menyinggung tentang ancaman pidana penjara bagi pelanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 mengenai kewajiban merahasiakan dokumen terkait tindak pidana pencucian uang.
"Setiap orang, itu termasuk juga menteri, termasuk juga menko, ya, yang memperoleh dokumen atau keterangan, dalam rangka pelaksanaan tugasnya, menurut UU ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut," ujar politikus PDIP itu.
EKA YUDHA SAPUTRA | MUHAMMAD FARREL FAUZAN
Pilihan Editor: Indonesia Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 2023, Erick Thohir: Kita Harus Tegar dan Berkepala Tegak