TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti mengatakan vonis terdakwa tragedi Kanjuruhan di PN Surabaya pada Kamis, 16 Maret 2023, terkesan hanya formalitas. Ini lantaran vonis yang diberikan sangat ringan bahkan sampai dibebaskan.
Menurutnya berdasarkan Konvensi Anti Penyiksaan dan Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) pelaku penyiksan dan tindakan kejam seharusnya dipenjara minimal 5 sampai 15 tahun.
“Semestinya pelaku penyiksaan ataupun tindakan kejam lainnya dapat dipenjara minimal 5 sampai dengan 15 tahun, namun pada konteks ini memang hukuman yang diberikan terhadap pelaku terkesan hanya sebagai formalitas, apalagi terdapat pelaku yang dibebaskan.” ujar Fatia saat dihubungi pada Kamis, 16 Maret 2023.
Ia juga menemukan kejanggalan dalam proses peradilan tragedi Kanjuruhan. Salah satunya adalah adanya intimidasi dari polisi dan tidak transparanya rantai komando penembak gas air mata di lapangan.
“Dalam proses peradilan ini juga terlihat bahwa banyak sekali kejanggalan dimulai dari intimidasi polisi. Juga tidak terungkapnya rantai komando yang berujung pada vonis bebas terhadap Kasat Samapta.”
Fatia juga melihat pemerintah seperti mengabaikan 135 nyawa para korban dan justru melakukan keputusan yang tidak menjawab persoalan keadilan pada korban dengan pergantian struktur pada PSSI.
“Nyawa korban seakan-akan tidak berharga di mata pemerintah dan begitu saja dilupakan, bahkan pergantian struktur pada PSSI pun sesungguhnya tidak menjawab persoalan keadilan maupun bagaimana sistem hukum dan mekanisme evaluasi terhadap Polri."
Sebelumnya tiga terdakwa dari pihak kepolisian atas tragedi Kanjuruhan telah divonis di PN Surabaya pada 16 Maret 2023. Dalam vonis itu Mantan Kabag Ops Polres Malang Wahyu Setyo Pranoto dan Mantan Kasat Samapta Polres Malang Bambang Sidik Achmadi divonis bebas. Sementara Mantan Danki 1 Brimob Polda Jatim, AKP Hasdarmawan divonis 1,6 bulan penjara.
Pilihan Editor: Malaysia Usut Paket Pasta Gigi Ganja yang Dikirim dari Indonesia