TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Partai Buruh Said Iqbal sebut pihaknya bersiap untuk melakukan aksi mogok nasional atas respon DPR RI yang bersikukuh membahas Perpu Cipta Kerja, meskipun mendapatkan tentangan dari berbagai pihak.
Ia menyebut aksi mogok nasional ini nantinya mendorong buruh untuk berhenti produksi dan para buruh akan berkumpul di depan gerbang pabrik hingga menimbulkan penumpukan massa.
"Mogok nasional ini bukan aksi di satu titik tertentu. Tetapi para buruh berhenti produksi. Pada hari yang ditentukan, para buruh keluar dari pabrik-pabrik dan berkumpul di luar gerbang pabrik. Tentu di kawasan industri akan terjadi penumpukan massa,” ujar Said Iqbal dalam keterangan tertulis pada 15 Maret 2023.
Iqbal menyinggung DPR RI hanya stempel dari pengesahan kebijakan Pemerintah. Ia lagi-lagi menegaskan kepada DPR untuk tidak menindaklanjuti RUU Cipta Kerja.
“DPR jangan sekedar menjadi tukang stempel dari kebijakan pemerintah. Karena itu, melalui kesempatan ini kami menghimbau pada DPR untuk tidak mengesahkan Perppu omnibus law Cipta Kerja,” tegasnya.
Kampanyekan jangan pilih partai pendukung UU Cipta Kerja
Iqbal juga terus mengkampanyekan untuk tidak memilih partai yang berpihak pada UU Cipta Kerja yang sebelumnya dibuat dengan metode omnibus law.
“Kami akan mengkampanyekan jangan pilih partai politik pendukung omnibus law. Jangan pilih presiden yang pro omnibus law,” lanjutnya.
Perpu Cipta Kerja merupakan bentuk lain dari UU Cipta Kerja yang sebelumnya telah dinyatakan inkonstitusional terbatas oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusannya, MK memerintahkan pemerintah dan DPR untuk memperbaiki UU tersebut dalam waktu dua tahun.
Akan tetapi Presiden Jokowi justru meneken Perpu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Langkah Jokowi itu mendapat banyak kecaman karena dinilai tak mematuhi putusan MK. Selain itu, Jokowi juga dinilai melanggar Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa Perpu hanya bisa dikeluarkan dengan kondisi kegentingan yang memaksa.
Alasan kondisi perekonomian global yang bisa mengancam kondisi perekonomian nasional, seperti yang dilontarkan pemerintah, dinilai bukan bagian dari kegentingan yang memaksa seperti termaktub dalam UUD 1945.
Perpu tersebut semakin kontroversial setelah DPR RI gagal mengesahkannya pada masa masa sidang lalu. Pasalnya, dalam UUD 1945 secara jelas disebutkan bahwa DPR hanya memiliki waktu satu kali masa sidang untuk mengesahkan Perpu. Jika tak disahkan, maka pemerintah harus mencabutnya atau dengan kata lain kedaluwarsa. Meskipun demikian, DPR berkeras bahwa mereka masih bisa mengesahkan Perpu Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja karena sudah Perpu itu sudah mendapatkan persetujuan di Badan Legislasi.