TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Partai Buruh Said Iqbal menyatakan pihaknya akan mengerahkan ribuan massa untuk berdemonstrasi di depan Istana Negara, Jakarta, dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional pada Rabu besok, 8 Maret 2023. Massa tersebut, menurut Said, akan terdiri dari elemen serikat buruh, nelayan, guru, dan tenaga honorer perempuan.
"Pada esok hari tanggal 8 Maret hari perempuan sedunia partai buruh bersama elemen gerakan buruh lain. Ada juga elemen-elemen nelayan, guru, dan tenaga honorer perempuan. Akan turun hampir seribuan buruh ya seribuan kelas pekerja akan turun pada aksi Internasional Womens Day besok 8 Maret 2023 di depan istana," ujarnya pada konferensi perempuan Partai Buruh, Selasa, 7 Maret 2023.
Soal isu yang dibawa oleh Partai Buruh dalam demonstrasi besok, Said Iqbal menyatakan diantaranya adalah menuntut kesetaraan perempuan khususnya upah di sektor buruh, petani, nelayan, dan guru serta menyuarakan dukungan kepada korban kekerasan seksual dan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT.
"Terkait isu yang dibawa adalah satu kesempatan untuk perempuan di berbagai sektor buruh, petani, nelayan, guru, ya, kerja informal. Kemudian juga ibu rumah tangga. Intinya kesetaraan kesempatan tidak ada lagi kekerasan, tidak ada lagi KDRT tidak ada lagi sexual harrasment, upah yang sama", ujarnya.
Soal Perpu Cipta Kerja dan RUU PPRT
Selain itu, dia juga menyatakan pihaknya akan kembali mengusung isu soal lambatnya pengesahan Rancangan Undang Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) oleh DPR dan pencabutan Perpu Cipta Kerja oleh pemerintah. Dia menyatakan pihaknya akan melakukan aksi long march dari Bandung ke Jakarta sembari menyebarkan petisi penolakan Perpu Cipta Kerja dan menekan agar DPR segera mengesahkan RUU PPRT dilakukan.
"Dalam long march itu kita akan bagikan sebaran-sebaran untuk perjuangan perempuan salah satunya termasuk menolak omnibus law dan pengesahan RUU PPRT. Selain memberikan selebaran-lebaran dalam long march dan juga membuat petisi menandatangani petisi yang akan diserahkan ke presiden kepemimpinan DPR agar menolak omnibus law cipta kerja dan mengesahkan RUU PPRT," kata dia.
Menurut hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 terdapat 133,54 juta orang perempuan di Indonesia atau sekitar 49,42 persen dari total penduduk. Dari jumlah tesebut, 51,79 juta perempuan menjadi pekerja di berbagai sektor. Angka itu merupakan 39,52 persen dari jumlah pekerja di Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 24,38 persen diantaranya bekerja sebagai buruh, petani, peternak, nelayan hingga di perkebunan.
Pemerintah juga menyatakan bahwa dari 4,2 juta pekerja rumah tangga, 75,5 persen diantaranya adalah perempuan. Karena itu, isu soal RUU PPRT selalu menjadi topik yang hangat dalam peringatan Hari perempuan internasional setiap tahunnya. RUU PPRT itu sendiri telah mangkrak selama sekitar 18 tahun di DPR.