TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri dan pemilik maskapai Susi Air, Susi Pudjiastuti, mengatakan pihaknya tidak menerima larangan atau peringatan untuk terbang ke Bandara Paro, Kabupaten Nduga, Papua, sebelum insiden pembakaran pesawat dan penyanderaan pilotnya oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) pada 7 Februari 2023. Dia menyatakan selama ini, penerbangan mereka ke Bandara Paro aman.
Susi menjelaskan sejak berdiri 2006 pihaknya mengoperasikan penerbangan dengan sangat hati-hati dan mengutamakan keselamatan, baik keselamatan medan atau keamanan.
Salah satu bentuk keselamatan dan keamanan itu, menurut dia, adalah dengan mematuhi Notice to Airmen (NOTAM) atau informasi mengenai penetapan, kondisi atau perubahan di setiap fasilitas aeronautika, pelayanan, prosedur atau kondisi berbahaya.
“Kita biasanya tak terbang ke tempat yang memang sudah ada indikasi, rumor, ketentuan. Ada NOTAM resmi dari pemerintah. NOTAM itu ya no to air (tidak terbang), jadi itu ketentuan tidak boleh terbang," kata Susi dalam konferensi di kediamannya di Jakarta Timur, Rabu, 1 Maret 2023.
Susi menyampaikan pihaknya selalu bertukar informasi antaraviasi apabila ada kekhawatiran untuk tidak terbang ke suatu tempat. Jika mendapat informasi demikian, maka Susi Air tidak akan terbang ke lokasi tersebut.
“Jadi semua yang kami terbang adalah biasanya rute perintis dan rute yang aman,” ujar Susi.
Susi Air sebagai penerbangan perintis ke Bandara Paro
Ia menjelaskan Bandara Paro adalah salah satu rute pertintis dan Susi Air terbang ke sana selama bertahun-tahun. Bandara Paro, kata dia, adalah salah satu rute perintis yang ditentukan dalam kontrak pemerintah dan harus ditempuh oleh Susi Air.
“Itu berarti bandaranya yang diketahui dan ditulis dalam kontrak,” ujarnya.
Sebelumnya, pilot Susi Air Kapten Philips Max Mehrtens disandera oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) usai dia mendaratkan pesawat yang dia bawa di Bandara Paro pada 7 Februari 2023. TPNPB-OPM juga membakar pesawat yang dikemudikan Philips.
Operasi pembebasan Philips telah mengalami kemajuan
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mangungkapkan operasi penyelamatan Philips Max Mehrtens sudah mengalami kemajuan. Aparat TNI dan Polri telah mengetahui titik koordinat keberadaan Philips.
Namun aparat masih belum bisa melakukan operasi militer pembebasan karena pemerintah Selandia Baru meminta agar tidak ada kekerasan dalam upaya pembebasan warga negaranya. Oleh karena itu, menurut Mahfud, upaya penyelamatan Kapten Philips Mark Methrtens tidak bisa dilakukan dengan menggelar operasi militer.
"Saya sudah tahu loh tempatnya (Kapten Philips), koordinat berapa seperti itu," ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa, 21 Februari lalu.
Mahfud menegaskan TPNPB-OPM sudah dikepung satgas TNI-Polri. Namun mereka tidak bisa bergerak karena pemerintah Selandia Baru meminta tidak ada kekerasan dalam penyelamatan Kapten Philips Max Mehrtens.
Selain sebagai pemilik Susi Air, Susi Pudjiastuti juga dikenal sebagai mantan Menteri Kelautan dan Perikanan pada pemerintahan pertama Presiden Jokowi.