TEMPO.CO, Jakarta - Sebelas hari pilot Susi Air Captain Phillip Marthens disandera Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), pimpinan Euginus Kogoya. Pilot berkebangsaan Selandia Baru itu ditangkap Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB OPM pimpinan Egianus Kogoya tersebut bersama lima penumpang lainnya.
Penyanderaan diumumkan KKB OPM usai menyabotase pesawat Susi Air di Lapangan Terbang Apro, Selasa, 7 Februari 2023. Pesawat nomor penerbangan SI 9368 itu diduga dibakar KKB usai landing pada Selasa pagi. Dikutip dari Antara, kelima penumpang yang juga disandera yaitu Demanus Gwijangge, Minda Gwijangge, Pelenus Gwijangge, Meita Gwijangge, dan seorang bayi Wetina W.
Pembajakan pesawat dan penyanderaan pilot pun pernah terjadi di maskapai lain Indonesia. Kejadian tersebut berlaku pada 1981 silam. Pesawat Garuda Indonesia DC 9 atau Woyla rute Jakarta – Palembang – Medan dibajak. Pilotnya dan pengumpan disandera selama 28 hingga 31 Maret 1981. Peristiwa ini disebut dengan Garuda Indonesia Penerbangan 206.
Pesawat Woyla tersebut diterbangkan oleh Kapten Herman Rante beserta lima awak pesawat. Total terdapat 48 penumpang, lima orang di antaranya merupakan warga negara asing. Pembajakan dimulai di Bandara Talang Betutu. Hal ini lantaran bandara tersebut tidak memiliki keamanan yang ketat. Dua penumpang tampak mencurigakan, namun tidak ditanggapi secara serius.
Saat pesawat DC 9 lepas landas dari bandara tersebut pukul 09.05 WIB, penerbangan berjalan lancar. Namun, ketika pesawat terbang di atas langit Pekanbaru, Riau, lima orang berlarian menuju bagian depan kabin pesawat dan mengatakan, “Jangan bergerak! Jangan bergerak! Siapa yang bergerak akan saya tembak!” kata salah satu dari mereka.
Awalnya, beberapa penumpang tak mengerti maksud dari drama pembajakan ini. Bahkan ada yang menganggap hanya bercanda. Setelah pembajak mengulurkan pistol dan granat, barulah mereka sadar bahwa memang terjadi pembajakan. Pembajakan dilakukan oleh teroris yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein dan mengaku dirinya sebagai kelompok ekstremis “Komando jihad”.
Kejadian ini menjadi peristiwa terorisme bermotif “jihad” pertama yang menimpa Indonesia dan satu-satunya dalam sejarah maskapai penerbangan Indonesia. Setelah mendarat sementara mengisi bahan bakar di Bandara Penang, Malaysia, akhirnya pesawat terbang dan landing di Bandara Don Mueang di Bangkok, Muang Thai pada 31 Maret.
Dalam insiden tersebut pembajak meminta pemerintah membebaskan 80 teman mereka yang terlibat dalam penyerangan Kosekta 8606, Pasir Kaliki, Cicendo, Bandung, 11 Maret 1981. Tak hanya itu, pembajak juga meminta uang sejumlah 1,5 juta dolar AS. Mereka mengancam akan meledakkan pesawat apabila tuntutannya tidak dipenuhi.
Operasi pembebasan pesawat DC-9 dikenal dengan sebutan Operasi Woyla kemudian dimulai sehari setelah tersiarnya kabar pembajakan. Pada pukul 21.00, 29 Maret, 35 anggota Kopassandha meninggalkan Indonesia menggunakan DC-10 sewaan, mengenakan pakaian sipil. Penggunaan pesawat imi dikarenakan terdapat kemungkinan para pelaku akan menerbangkan DC-9 sampai ke Libya.
Lima orang tewas dalam operasi pembebasan tersebut. Tiga di antaranya anggota teroris, sementara dua lainnya anggota tim operasi dan pilot. Pilot tewas setelah tak sengaja tertembak oleh tim. Sempat dirawat di rumah sakit di Thailand tapi tak terselamatkan.
Pilihan Editor: 11 Hari Penyanderaan Pilot Susi Air, Begini Kronologi Sejak Pesawat Susi Air Dibakar Egianus Kogoya Cs
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.