TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Staf Presiden melakukan rapat terakhir untuk menyelesaikan residu konflik sosial di Pulau Haruku alias Konflik Haruku di Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Dalam rapat ini, Penjabat Bupati Maluku Tengah Muhamad Marasebessy melaporkan total 1.238 pengungsi Kariuw yang sempat mengungsi di Desa Aboru, kini seluruhnya telah dipulangkan.
“Keberhasilan kepulangan pengungsi Kariuw kembali ke desanya adalah indikasi awal terbentuknya perdamaian di Maluku Tengah,” kata Kepala Staf Presiden Moeldoko dalam keterangan tertulis, Kamis, 9 Februari 2022.
Moeldoko menyebut KSP sudah turun ke lapangan sebanyak tiga kali. Mulai dari melihat keadaan pengungsi, bertemu dengan kelompok-kelompok penting di Maluku, proses rekonsiliasi kelompok Pelauw dan Kariuw, serta tahap pemulangan pengungsi Kariuw.
Awal Mula Konflik
Konflik ini terjadi pada Januari lalu. Kepala Bidang Humas Polda Maluku Kombes M. Rum Ohoirat saat itu membeberkan kronologi bentrokan antarwarga Desa Ori dan Kariuw, Kecamatan Pulau Haruku, Maluku Tengah. Dia menjelaskan bahwa kedua desa tersebut memang bertetangga yang sebelumnya pernah mengalami konflik soal masalah batas wilayah.
Menurut Rum, kejadian itu bermula ada salah satu warga Desa Kariuw yang membuka kebun dan ada warga Desa Ori yang menegur, bahwa lahan itu bukan milik Kariuw. Pukul 14.30 WIT, Selasa, 25 Januari 2022 terjadi adu mulut terkait lahan tersebut antara beberapa warga setempat.
“Nah, setelah itu, kedua warga itu kembali ke desanya masing-masing dan melaporkannya ke warga masyarakat kedua desanya, sehingga terjadi konsentrasi massa,” ujar Rum saat dihubungi Rabu, 26 Januari 2022.
Bentrokan terjadi dan mengakibatkan tiga orang meninggal dan dua lainnya terluka. Salah satu korban luka adalah anggota kepolisian. Saat ini, kedua korban luka tengah menjalani perawatan di rumah sakit di Ambon.
Kejadian ini juga mengakibatkan sejumlah rumah rusak akibat bentrok karena ada insiden pembakaran selama bentrokan terjadi. Akibatnya, saat itu tercatat
Ratusan warga Desa Kariuw mengungsi ke Desa Aboru. Para pengungsi saat ini menempati gedung gereja Bethel, SD Negeri 1 Aboru, dan sebagian rumah masyarakat Aboru. Para pengungsi Kariuw melakukan perjalanan ke Aboru melewati hutan dengan berjalan kaki menempuh perjalanan enam hingga delapan jam.
Ini bukanlah kejadian pertama. Sekitar 11 tahun yang lalu, lebih dari 3.000 warga Desa Pelauw, Haruku, Maluku Tengah, mengungsi ke desa-desa tetangga akibat bentrok antarwarga yang terjadi Jumat, 10 Februari 2012.
Para warga yang mengungsi ke Desa Kailolo sebagian besar keluar dari rumah hanya dengan pakaian di badan. “Para pengungsi sangat membutuhkan pakaian,” kata Raja Negeri Kailolo, Azhar Ohorella, kepada wartawan, Senin, 13 Februari 2012.
Saat itu, bentrokan terjadi antarwarga Desa Pelauw dengan warga Desa Rohomoni, Haruku, terjadi secara berturut-turut, Rabu, 8 Februari 2012 dan Jumat, 10 Februari 2012. Pemicunya pertikaian soal penetapan tanggal peresmian rumah adat antara Salampessy muka dan Salampessy belakang.
Perluasan Kebun Cengkeh dan Pala
Sebagai salah satu upaya rehabilitasi dan rekonsiliasi, Moeldoko meminta kementerian dan lembaga terkait untuk segera merumuskan skema bantuan perumahan dan bibit perkebunan bagi warga terdampak konflik. Rencana, pemerintah akan membuat program perluasan perkebunan cengkeh dan pala di desa Kariuw dan Pelauw.
Total lahan yang disiapkan seluas 600 hektare untuk masing-masing komoditi. Pemerintah pun telah mempersiapkan pemberian benih kepada para petani terdampak konflik dengan harapan dua pihak berkonflik dapat melanjutkan mata pencahariannya.
“Secara proses akan ada rapat yang lebih spesifik, misalnya terkait soal perumahan dan perkebunan," kata Moeldoko.
Menurut dia, KSP akan membantu rapat-rapat gabungan lanjutan ini agar bisa mendapatkan potret keseluruhan pengelolaan residu konflik di Pulau Haruku. Pemerintah, kata Moeldoko, memastikan program-program ini akan dilakukan secara berimbang dan tidak berpihak.
"Untuk memastikan agar perdamaian di tingkat masyarakat sifatnya berkelanjutan," kata mantan Panglima TNI 2013-2015 ini.