TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjadi sorotan di tengah bergulirnya isu reshuffle yang bakal dilakukan Presiden Joko Widodo. Politikus NasDem itu mendapat kritik dari PDIP soal kinerjanya. Beberapa kali, PDIP mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menggantinya.
Dalam rapat yang membahas soal distribusi beras kemarin, Presiden Jokowi tidak mengundang Syahrul ke Istana. Dalam rapat itu hanya dihadiri Kepala Badan Pusat Logistik Budi Waseso bersama Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi.
Budi Waseso yang hadir dalam rapat tersebut, berujar pertemuannya dengan Jokowi hari ini, hanya membahas soal harga beras yang masih terus merangkak naik. Harga beras menjadi perhatian Jokowi lantaran komoditas tersebut termasuk penyumbang utama dalam menaikan level inflasi nasional. Ketiga instansi hadir, menurut Buwas, lantaran merekalah yang berperan dalam pendistribusian dan pengendalian harga beras, khususnya program operasi pasar.
"Operasi pasar ini kan yang stabilisasinya ada di Kemendag nih. Kemudian Bulog pelaksananya, Bapanas yang memegang regulasinya. Itu aja mungkin, jadi jangan ke mana-mana pikirannya," kata dia Selasa 31 Januari 2023.
Meski membahas sengkarut beras, Jokowi tak mengundang Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang bertanggung jawab terhadap produksi dan pasokan beras di Tanah Air. Namun, Buwas enggan menanggapi hal itu. Menurutnya, kemungkinan besar Jokowi saat ini sedang fokus pada sisi pendistribusian beras.
Adapun Jokowi saat dicecar wartawan soal ketidakhadiran Syahrul dalam rapat terbatas di di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Selasa 31 Januari 2023, hanya menjawab singkat. "Ya mungkin masih ke luar kota," kata Jokowi.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyoal soal kinerja Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Kritik kinerja Syahrul pertama kali dilontarkan oleh Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat yang merupakan mitra Syahrul dari DPR Komisi IV.
Hasto menjelaskan, menteri sebagai pembantu Presiden Joko Widodo alias Jokowi mestinya punya nafas yang sama untuk mencetak prestasi setinggi-tingginya. Dia menyebut usulan Djarot merupakan bagian dari sikap PDIP di tengah krisis global yang mengancam.
“Ketika menghadapi krisis, maka hal yang sangat fundamental adalah kecukupan pangan untuk memastikan perut rakyat tetap kenyang,” kata Hasto usai acara Refleksi Akhir Tahun 2022 DPP PDIP, Jumat, 30 Desember 2022.
Hasto menyebut ketahanan pangan merupakan salah satu isu krusial yang menjadi perhatian Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Di tengah ketidakpastian global, kata dia, Megawati menginstruksikan untuk mengembangkan makanan pendamping beras dan meningkatkan produksi pangan dalam rangka mengamankan ketahanan pangan Indonesia.
PDIP nilai kebijakan ekspor beras ke Cina tak sesuai fakta
Adapun Menteri Syahrul Yasin Limpo disebut Hasto pernah menyampaikan pada Agustus 2022 lalu bahwa Indonesia akan mengekspor beras ke Cina. Namun, kata dia, fakta di lapangan jauh berbeda.
“Beliau (Syahrul) menyampaikan bahwa Indonesia akan mengekspor beras ke Cina, tapi kemudian ternyata faktanya jauh berbeda dengan apa yang disampaikan, bahkan kita harus mengimpor beras yang secara politik ekonomis sebenarnya PDIP selalu mengkritisi saat kita impor beras,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Hasto berharap jelang 2024 seluruh menteri betul-betul bekerja keras membangun legacy terhadap kementerian yang dipimpinnya. Adapun jika Presiden memutuskan untuk reshuffle, Hasto menyebut keputusan ini hendaknya tidak dihubungkan dengan persoalan politik.
“Reshuffle ini tidak menunjukkan pada partai tertentu, karena siapapun yang menjadi pembantu Presiden setiap saat harus siap dievaluasi oleh Presiden. Apabila memang tidak berprestasi atau tidak mampu hanya untuk mengelola kebenaran data saja, kebijakan yang diambil tentu menjadi tidak tepat,” kata dia.
Bantahan NasDem
Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali menilai kinerja Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo berjalan baik-baik saja. Adapun sorotan terhadap Menteri Syahrul, misalnya, ihwal impor beras besar-besaran belakangan ini. Menurut Ali, isu impor besar-besaran ini terlalu berlebihan.
“Setahu saya sih tidak ada hal yang membuat permasalahan. Justru, impor beras ini di Komisi VI. Pertanyaannya, impor beras ini untuk memenuhi kebutuhan pasokan atau karena faktor bisnis?” kata Ali kepada Tempo, Selasa, 27 Desember 2022.
Padahal, kata Ali, hasil produksi beras surplus. Namun, ada rencana impor hingga 500 ribu ton hingga awal 2023.
“Setahu saya kebutuhan beras cukup berlimpah, tapi kemudian ada impor 500 ribu ton. Ini jadi perdebatan,” ujarnya.
Kendati demikian, ia kembali mengingatkan bahwa evaluasi menteri berada di tangan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Di tengah isu reshuffle yang menyeruak, menteri dari Partai NasDem disebut-sebut sedang menjadi sasaran reshuffle.
“Evaluasi itu dari Presiden. Apalagi kalau ada partai yang ingin meminta NasDem dikeluarkan, mengincar kursi yang diduduki NasDem, itu hal yang menjadi kewenangan Presiden,” ujarnya.