TEMPO.CO, Jakarta - Survei dari Lembaga Algoritma menemukan sebanyak 76,9 persen responden tidak suka dengan rencana penundaan Pemilu. Sedangkan 65,8 persen tidak suka jika ada perpanjangan masa jabatan presiden.
Direktur Riset dan Program Algoritma Fajar Nursahid mengatakan elite politik membawa isu ini sebagai agenda politik, namun publik justru memiliki resistensi yang tinggi.
"Ada resistensi yang kuat dari agenda publik, dimana publik memberikan catatan jangan main-main dengan agenda ini," katanya saat publikasi survei Algoritma tentang Proyeksi Politik 2023 Menuju Pemilu 2024: Antara Elektabilitas dan Resistensi.
Baca juga: Survei LSI: Tingkat Kepuasan atas Kinerja Jokowi Capai 76,2 Persen
Fajar menyebutkan kalau agenda politik ini sebelumnya pernah didorong oleh beberapa parpol, dan menarik reaksi publik. Reaksi itu diartikan Fajar sebagai konfirmasi, memberitahukan adanya kesejangan antara agenda elite politik dengan publik.
"Konfirmasi ini, saya kira menjadi poin yang bagus, memberikan warning, bahwa sebetulnya kesenjangan agenda elit politik dan masyarakat kita, jadi luar biasa dari respons ini," ujar dia pada Senin, 23 Januari 2023.
Dalam melakukan survei soal wacana perpanjangan masa jabatan presiden, Algoritma mencari tahu dari partisipan yang merupakan pendukung Jokowi dan non partisipan Jokowi. Hasilnya menunjukkan, sebanyak 53,7 persen partsipan Jokowi menyatakan tidak setuju, 38,5 persen setuju, dan 7,8 persen tidak tahu.
Soal isu penundaan pemilu, pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin sebanyak 15,9 peren tidak setuju, 11,8 persen setuju, dan sebanyak 72,3 persen tidak tahu.
Profesor Riset dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) R. Siti Zuhro mengatakan hasil survei Algoritma soal respons publik soal isu perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden itu merupakan kabar baik. Dari situ Siti menilai kalau publik masih punya rasionalitas yang tinggi.
"Publik masih rasional dan publik pintar, tidak ngeblok-ngeblok, berpihak pada konstitusi," ucapnya.
Survei Algoritma yang dilakukan pada 19 hingga 30 Desember 2022 itu dilakukan terhadap 1.214 responden yang memiliki hak pilih, yakni warga negara Indonesia berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah/pernah menikah ketika survei dilakukan.
Survei ini memiliki toleransi atau batas kesalahan (margin of error) sekitar 3 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tatap muka secara langsung dengan responden menggunakan kuesioner.
"Wawancara tatap muka dengan kuesioner dilakukan oleh 66 enumerator," kata dia.
Baca juga: Pengamat Politik Menilai Pernyataan Bamsoet soal Tunda Pemilu 2024 Tak Relevan
ANTARA