TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan pemuda yang tergabung dalam Gerakan Save Bati menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Maluku, Kamis, 5 Januari 2023. Mereka mendesak Gubernur Maluku, Murat Ismail, mencabut izin operasi PT Balam Energy Limited dan PT Bureau Geophysical Prospecting.
PT Balam dan PT Bureau adalah dua perusahaan minyak dan gas yang saat ini melakukan eksploitasi di tanah adat masyarakat Bati di Kecamatan Kiandarat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku.
Koordinator lapangan Gerakan Save Bati, M. Yani Kella, mengatakan keberadaaan dua perusahaan itu menjadi ancaman serius bagi masyarakat adat Bati dari aspek lingkungan dan budaya. "Tanah Bati mesti dilindungi, dijaga, dan dihormati. Tidak semena-mena dirusaki begitu saja," kata dia kepada Tempo.
Yani menyebut pihaknya datang ke Kantor Gubernur Maluku untuk menyampaikan langsung tiga tuntutan masyarakat adat Bati kepada Gubernur. Namun, karena Gubernur tidak ada di tempat, audiensi batal dilakukan. "(Katatanya) nanti dikabari lagi kalau sudah dijadwalkan," ujar dia.
Selain meminta izin operasi PT Balam dan PT Bureau dicabut, masyarakat adat Bati mendesak Gubernur meminta maaf karena melakukan pembiaran. Selain itu, memanggil dan mengevaluasi Kepala Dinas ESDM Provinsi Maluku atas pernyataannya, yang dinilai merendahkan masyarakat adat Bati.
Sebelumnya, pada 26 Juli 2022, puluhan warga Bati Kelusy dan Bati Tabalean, Kecamatan Kian Darat, Kabupaten Seram Bagian Timur, melakukan sasi, larangan secara adat, untuk aktivitas PT Balam dan PT Bureau yang berlokasi di Dusun Bati Tabalean.
Pemasangan sasi dengan janur kuning itu dilakukan oleh tokoh agama, kepala dusun, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda di lokasi yang ditandai pihak perusahaan sebagai tempat penghasil minyak dan gas, yang hanya berjarak dengan Dusun Bati Tabalean sekitar 250 meter.
"Larangan adat ini sebagai bentuk protes serta upaya masyarakat adat Bati melindungi potensi alam di perut bumi Gunung Bati dari kejahatan perusahan," kata Yani. Meski telah ditentang masyarakat adat, dua perusahaan itu tetap beroperasi di wilayah tanah adat Bati.
IDRIS BOUFAKAR
Baca juga: Blok Masela, Masyarakat Maluku Ingin Kilang LNG di Darat