TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tidak mempersoalkan adanya opsi kembali menggunakan sistem pemilu proporsional tertutup, di mana pemilih mencoblos partai, bukan orang. PBNU menyerahkan urusan tersebut kepada partai politik dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Silakan ditetapkan aturannya, tapi laksanakan segala sesuatu sesuai aturan," kata Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf saat ditemui usai bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin, 2 Januari 2023.
Ada kekhawatiran bahwa sistem proporsional tertutup akan membuat kemunduran bagi sistem pemilu. Akan tetapi, Gus Yahya, sapaanya, menyebut sistem yang digunakan di pemilu hanyalah soal kesepakatan.
"Jadi yang namanya game, harus ada aturan dasar yang disepakati," kata mantan juru bicara mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini.
Tapi, Gus Yahya mengingatkan semua pihak untuk tidak melanggar aturan yang sudah disepakati. "Soal aturan isinya apa terserah. Sama saja sebetulnya, yang penting kita ke depan akan mengkonsolidasikan demokrasi kita, demokrasi rasional, transparan, dan adil, bagi semua pihak," kata dia.
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari menanggapi kemungkinan Pemilu 2024 mendatang akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Ia mengatakan hal tersebut berdasarkan proses sidang yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi.
Hasyim menjelaskan hal tersebut hanya sebatas asumsi berdasarkan adanya gugatan di Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Kepemiluan saat ini. Jadi, kata dia, hal itu bukanlah usulan dari KPU melainkan dari kondisi faktual kepemiluan yang terjadi saat ini.
"Jadi barangkali bagi calon peserta pemilu bisa bersiap-siap dan mengikuti perkembangan jika gugatan tersebut dikabulkan MK," ujar dia pada Kamis 29 Desember 2022.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.