TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri telah menerima pengembalian berkas kasus izin tambang ilegal di Kalimantan Timur dengan tersangka yakni Ismail Bolong, Rinto alias RP, dan Budi alias BP.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jendral Dedi Prasetyo mengungkapkan bahwa pengembalian berkas ini adalah sesuai dengan petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Untuk berkasnya kemarin dikembalikan, tim penyidik menyiapkan untuk memenuhi apa yang menjadi petunjuk dari JPU,” kata Dedi saat ditanya wartawan di Lapangan Silang Monas, Kamis 22 Desember 2022
Menurut Dedi, pihaknya akan kembali melimpahkan berkas perkara tahap 1 tersebut ke Kejaksaan jika telah lengkap. Pelimpahan berkas tersebut akan dilakukan dalam waktu 14 hari.
“Nanti apabila sudah terpenuhi dalam waktu 14 hari, nantinya berkas perkara akan segera dilimpahkan lagi ke JPU untuk diteliti lagi,” ucap Dedi.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyatakan berkas perkara tindak pidana tambang ilegal dengan tersangka Ismail Bolong dan dua rekannya yang dilimpahkan oleh penyidik Dirtipidter Bareskrim Polri belum lengkap.
"Jaksa Peneliti menyampaikan bahwa berkas perkara atas nama tersangka IB, BP, dan RP dinyatakan belum lengkap," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis, Selasa 21 Desember 2022.
Ketut menjelaskan, jaksa peneliti telah menerima pelimpahan tahap I berkas perkara ketiga tersangka pada Jumat (16/12). Kemudian menunjuk enam orang jaksa penuntut umum (JPU). "Telah ditunjuk enam orang JPU yang akan mempelajari berkas perkara," ucapnya.
Setelah diteliti, pada Selasa 20 Desember, jaksa menyatakan berkas perkara belum lengkap, dan akan dikembalikan kepada penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri untuk dilengkapi.
Dalam perkara ini, Ismail Bolong dan dua orang rekannya (BP dan RP) ditetapkan sebagai tersangka penambangan tanpa izin di Kalimantan Timur. Ketiganya disangkakan dengan Pasal 61 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Polri Komisaris Besar Nurul Azizah mengatakan Ismail Bolong dalam kasus ini berperan sebagai pengatur kegiatan tambang ilegal di Kalimantan Timur. Selain itu, Ismail merupakan Komisaris dari PT Energindo Mitra Pratama (PT EMP).
Ismail Bolong diduga mengatur kegiatan penambangan ilegal di terminal khusus PT Makaramma Timur Energi (MTE) dan di lokasi penyimpanan batu bara hasil penambangan yang termasuk PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) PT Santan Batubara.
"IB (Ismail Bolong) berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain," kata Nurul lewat pesan video yang dibagikan, Kamis 8 Desember 2022.
Untuk tersangka Budi alias BP, menurut Nurul, berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin. Untuk Rinto alias RP bertugas sebagai direktur PT Energindo Mitra Pratama.
"BP berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin atau ilegal. RP sebagai kuasa direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP," kata Nurul.
Nurul mengungkapkan bahwa mereka bertiga dikenakan Pasal 158 dan 161 UU Nomor 3 tahun 2020 tentang pertambangan Mineral dan Batu bara. "Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar serta pasal 55 ayat 1 KUHP," ujarnya.
Baca: Mabes Polri Buka Kemungkinan Gandeng KPK dalam Mengusut Kasus Tambang Ismail Bolong