TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Roganda Simanjutak, menilai putusan Pengadilan Tinggi Medan yang membebaskan Dirman Rajagukguk membuktikan sejak awal bahwa kasus tersebut sarat aroma kriminalisasi. Terlebih, menurut Roganda, sudah sejak awal Dirman ikut berjuang melawan PT Toba Pulp Lestari.
"Dari awal kasus Pak Dirman ini memang kuat sekali aroma kriminalisasi. Pak Dirman yang aktif berjuang pertahankan wilayah adatnya, dimana diatas wilayah adatnya diklaim sebagai hutan negara dan konsesi PT TPL," kata Roganda lewat pesan tertulis, Selasa, 20 Desember 2022.
Roganda mengapresiasi Pengadilan Tinggi Medan. "Mengapresiasi putusan Pengadilan Tinggi Medan yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Balige. Bahwa aktivitas bertani Pak Dirman Rajagukguk di tanah adatnya bukanlah pelanggaran pidana," ujar Roganda.
Roganda mengutuk keras para pihak yang terlibat dalam kriminalisasi ini. Menurut dia mereka adalah PT Toba Pulp Lestari, Polres Toba dan Kejaksaan Negeri Balige. "Kriminalisasi ini cara politis pihak perusahaan untuk membungkam perlawanan Pak Dirman dan kawan-kawan di huta/kampung Tungko Nisolu," imbuh dia.
Kronologi Penangkapan
Biro Advokasi AMAN Tano Batak, Doni Munte, mengungkapkan bahwa Dirman Rajaguguk merupakan Masyarakat Adat Tungko Ni Solu yang sejak 2003 telah aktif melakukan penguasaan terhadap wilayah adat mereka.
"Dari aktivitas penguasaan wilayah adat tersebut pada akhirnya Dirmna Rajaguguk banyak mendapat tindakan krimininalisasi dari Perusahaan PT Toba Pulp Lestari dan juga aparat negara," kata Doni.
Doni menceritakan pada tanggal 1 Februari 2021 Dirman Rajagukguk dilaporkan dengan laporan polisi Nomor: LP/34/II/2021/SU/TBS. Laporan tersebut merupakan kasus yang sama dengan sebelumnya Maret 2018 dinaikkakan kembali oleh perusahan PT Toba Pulp Lestari.
Lalu pada 12 Maret 2021, Dirman Rajagukguk kembali diperiksa oleh polisi dan kasus tersebut berlanjut. Dirman Rajagukguk ditahan pada tanggal 16 Agustus 2022 bersumber dari berita acara pemeriksaan saksi (BAP) dari penyidik berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor: SP.Sidik/22\III/2021/Reskrim.
Doni mengatakan pada 16 Agustus 2022 itu Dirman Rajagukguk langsung ditahan oleh kejaksaan di Rutan Balige tanpa sepengetahuan kelurga. "Pada tanggal 19 Agustus 2022 menjadi sidang pertama tanpa ada pendampingan dari pengacara dan pemberitahuan kepada keluarga. Dan 26 Agustus 2022 Dirman Rajagukguk kembali bersidang untuk yang ketiga kalinya yang mana sidang pertama dan kedua pihak keluarga tidak tahu kapan diadakan," ujarnya.
Dirman Rajagukguk lalu dituntut melakukan tindak pidana “dengan sengaja melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin menteri kehutanan di dalam kawasan hutan”. Dirman diancam dengan pasal 92 ayat (1) huruf a Jo Pasal 17 ayat (2) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan pengurasakan hutan dalam kawasan hutan.
"Dirman Rajagukguk dipidana penjara 3 tahun serta denda Rp. 1.500.000.000 dan subsider 3 bulan kurungan," kata Doni.
Dirman Rajagukguk telah menjalani 13 kali proses persidangan. Semua pembelaan Dirman Rajagukguk berserta kuasa hukumnya ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Balige. Yang berakhir, Dirman Rajaguguk divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 1.500.000.000 subsider 3 bulan kurungan.
"Dirman Rajagukguk berserta tim kuasa hukumnya melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Medan pada tanggal 26 Oktober 2022," kata Doni. Dirman pun lalu dinyatakan bebas dari segala tuntutan.
Majelis hakim banding menyatakan perbuatan terdakwa Dirman Rajaguguk terbukti ada, tetapi perbuatan tersebut bukan pidana, melainkan perdata. Majelis pun melepaskan terdakwa dari segala tuntutan, serta memerintahkan jaksa penuntut umum membebaskan Dirman Rajaguguk dari rumah tahanan negara.
Baca Juga: Koalisi Masyarakat Tuntut Polisi Bebaskan 21 Orang Pendemo PT Toba Pulp Lestari