TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Nasional Reformasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau yang kerap disebut Aliansi Reformasi KUHP menuntut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta maaf atas pernyataannya terkait kertas penolakan KUHP yang dibawa oleh pelaku bom bunuh diri Polsek Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat. Mereka menilai pernyataan Listyo itu menyalahi standar internasional soal proses penyelidikan.
"Kami menyesalkan pernyataan-pernyataan Kapolri," demikian pernyataan sikap Aliansi, Jumat, 9 Desember 2022.
Sebelumnyam bom bunuh diri meledak di Polsek Astana Anyar pada Rabu pagi, 7 Desember 2022. Usai kejadian, Listyo Sigit menyebut pelaku, Agus Sujatno, membawa sejumlah kertas bertuliskan penolakan terhadap RKUHP yang seharus sebelumnya disahkan oleh DPR.
"Di TKP kami juga temukan ada belasan kertas yang bertuliskan protes penolakan terhadap Rencanagan KUHP yang baru saja disahkan," kata Listyo saat mendatangi lokasi pemboman.Listyo juga menyebut pelaku terafilisasi dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bandung atau JAD Jawa Barat.
Listyo Sigit dinilai menyudutkan kelompok masyarakat sipil yang menolak pengesahan RKUHP
Menurut Aliansi, pernyataan Listyo menyudutkan dua kelompok yang bisa jadi tidak terkait dengan insiden bom bunuh diri hari ini. Pertama anggota Jamaah Ansharut Daulah, dan kedua kelompok masyarakat sipil yang menolak pengesahan RKUHP dengan cara-cara damai.
Pernyataan Listyo ini dinilai tidak selaras dengan prinsip-prinsip internasional tentang penyelidikan. Contohnya seperti Manual Praktis untuk Aparat Penegak Hukum tentang Hak Asasi Manusia dalam Investigasi Kontra-Terorisme yang disusun oleh Organization for Security and Co-operation in Europe (OSCE).
Dokumen ini menyatakan bahwa pernyataan publik aparat penegak hukum dapat memengaruhi proses peradilan. Maka dari itu, penting untuk aparat penegak hukum menahan diri dari membuat pernyataan yang mampu menyudutkan orang dan kelompok tertentu, terlebih saat penyelidikan belum atau baru dimulai.
Berikutnya, Aliansi juga menyinggung soal Protokol Minnesota tentang Penyelidikan Kematian yang Mungkin Terjadi di Luar Hukum milik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Protokol tersebut menyatakan bahwa salah satu prinsip umum dalam penyelidikan adalah untuk melindungi publik dari kejahatan lanjutan. Dengan demikian, tindakan-tindakan yang mampu membahayakan masyarakat umum wajib dihindari.
Khawatir jika KUHP baru rentan disalahgunakan aparat penegak hukum
Dengan kejadian ini, Aliansi semakin khawatir kalau KUHP yang baru ini memberikan ruang yang semakin besar dan rentan disalahgunakan oleh aparat penegak hukum. Tak hanya mendesak untuk meminta maaf, Aliansi juga meminta Listyo meninjau tata cara penyelidikan dan penerapannya agar selaras dengan standar-standar internasional.
Aliansi juga mendesak Listyo Sigit memastikan agar kasus bom Polsek Astanaanyar diusut tuntas melalui proses penyelidikan yang cepat, efektif, dan transparan. Kemudian, menganalisa kamera sirkuit tertutup (CCTV) di sekitar tempat kejadian perkara dan mengumumkan hasilnya demi membuat terang peristiwa ini.
Tanggapan Polri
Merespons desakan Aliansi, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo menyebut semua yang disampaikan Listyo memasukkan fakta yang ditemukan penyidik Densus dan Polda Jawa Barat. Termasuk soal keterlibatan pelaku dalam kasus bom bunuh diri di belakang Polsek Cicendo, Bandung.
"Pelaku adalah eks napiter kasus bom panci di Cicendo tahun 2017 dan berafiliasi dengan kelompok JAD," kata Dedi.
Aliansi Reformasi KUHP menyoroti RKUHP yang baru disahkan DPR karena dinilai ada beberapa pasal yang bermasalah. Diantaranya adalah pasal karet yang rentan disalahgunakan penegak hukum, pemberangusan terhadap kebebasan berpendapat, hingga soal keberadaan hukuman mati.