TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, menilai polisi perlu mengumpulkan bukti lebih lanjut soal hubungan antara peristiwa bom Polsek Astana Anyar dengan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dilakukan DPR pada Selasa kemarin, 6 Desember 2022. Dia menyatakan, bagi kelompok teroris, tak ada perbedaan antara KUHP lama dengan yang disahkan tersebut.
“Mengaitkan peristiwa bom bunuh diri itu dengan pengesahan RKUHP memerlukan bukti lebih lanjut,” kata Hidayat kepada Tempo, Rabu, 7 Desember 2022.
Hidayat menyatakan, merujuk pada keyakinan pelaku-pelaku teror sebelumnya, sumber hukum yang dipercaya hanyalah “syariah". Kelompok teroris tersebut, menurut dia, selama ini menganggap sumber hukum selain yang mereka percaya sebagai sumber hukum sesat.
Maka, menurut dia, secara prinsip tidak ada bedanya antara KUHP lama dengan KUHP yang baru disahkan kemarin.
“Maka sama saja, sesuai kategorisasi kelompok mereka, tidak ada beda secara prinsip, antara UU KUHP yang lama maupun RKUHP yang kemarin disahkan di DPR,” kata dia.
Polisi dinilai seharusnya bisa mengantisipasi peristiwa tersebut
Kendati demikian, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan, mestinya peristiwa bom bunuh diri ini bisa dideteksi lebih dini. Apalagi, kata dia, di depan sepeda motor pelaku ada tempelan tulisan yang mencolok dengan konten yang mencurigakan.
“Mestinya hal ini bisa dideteksi lebih awal dan dicegah agar tidak sampai terjadi yang disebut teror bom bunuh diri itu,” ujarnya.
Hidayat menyebut dirinya mengutuk dan menolak semua jenis teror oleh siapapun dengan alasan apapun.
“Dan saya sangat berduka dengan jatuhnya korban di kalangan tak bersalah. Polisi maupun lainnya, baik yang wafat maupun terluka,” kata dia.
Kapolri Sebut pelaku tinggalkan pesan soal pengesahan RKUHP
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya menyatakan pihaknya menemukan kertas yang berisikan protes terhadap RKUHP di lokasi pengeboman. Polisi menduga kertas tersebut dibawa oleh pelaku yang belakangan diketahui bernama Agus Sujatno alias Abu Muslim.
"Kemudian di TKP juga kita temukan ada belasan kertas yang bertuliskan protes penolakan terhadap Rancangan KUHP yang baru saja disahkan," ujar Listyo Sigit saat mendatangi Polsek Astana Anyar.
Selain pesan yang memprotes RKUHP, menurut Sigit, Agus juga meninggalkan tulisan terkait jihad di lokasi kejadian. Polisi saat ini tengah mendalami pesan-pesan tersebut.
Selain itu, di motor pelaku disebut terdapat tulisan, "KUHP Hukum Syirik/Kafir. Perangi Para Penegak Hukum Setan QS : 9 : 29".
Kronologi singkat bom Polsek Astana Anyar
Peristiwa bom Polsek Astana Anyar terjadi pada Rabu pagi tadi sekitar pukul 08.15 WIB. Agus Sujatno disebut datang menggunakan motor berwarna biru. Dia memaksa masuk ke area Polsek saat sejumlah anggota polisi sedang melakukan apel pagi.
Agus sempat dicegah oleh seorang anggota polisi yang berjaga namun dia malah mengacungkan golok. Dia pun disebut langsung meledakkan diri.
Selain menewaskan Agus, peristiwa itu juga membuat seorang anggota polisi dengan nama Aiptu Agus Sopyan meninggal. Sebanyak 10 korban lainnya mengalami luka dengan skala ringan hingga berat. Terdapat pula seorang warga sipil bernama Nurjanah yang mengalami luka karena dia saat itu tengah melintas di depan Polsek Astana Anyar.
Polisi menyatakan Agus Sujatno merupakan mantan narapidana teroris yang terlibat dalam aksi bom panci di Cicendo, Bandung pada 27 Februari 2017. Dia sempat mendekam dalam Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan sebelum akhirnya bebas pada 2021. Agus disebut sebagai anggota Jamaah Ansharut Daulat yang telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah pada 2018.
IMA DINI SHAFIRA | HAMDAN CHOLIFUDIN ISMAIL