TEMPO Interaktif, BANDUNG:--Legiun Veteran Kota Bandung tak puas atas pencatatan sejarah Bandung Lautan Api oleh pemerintah. Soalnya, arti perjuangan itu masih belum tercatat lengkap dalam buku Album Sejarah Perjuangan Bangsa keluaran Departemen Penerangan dulu. ”Di situ tertulis Bandung Lautan Api itu hanya mengungsi, rumah dibakar,” kata Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia Kota Bandung Sudirman, di sela peringatan Bandung Lautan Api di Lapangan Tegalega, Bandung, Selasa (24/3).
Karena dicatat tidak lengkap, kata Sudirman, peristiwa pembumi hangusan Kota Bandung itu menjadi kurang bermakna. Dia menyalahkan diri sendiri dan para pimpinan tentara saat itu yang kurang melakukan sosialisasi rangkaian peristiwa ke pemerintah juga masyarakat. ”Yang salah kita sendiri, jadi (kisahnya) hanya sepintas,” ujarnya.
Sudirman membantah pemerintah tidak mengakui Bandung Lautan Api. Perjuangan dalam peristiwa itu sama halnya dengan perang 10 November 1945 di Surabaya yang memakan korban jiwa 20 ribu orang. Pilihan mundur dari Bandung saat itu, katanya, karena pasukan Belanda yang masuk kembali ke Indonesia bersama tentara Sekutu untuk melucuti tentara Jepang masih kuat.
Di sisi lain, tentara Indonesia masih sangat sedikit. Yang banyak ikut berjuang adalah masyarakat tanpa pengetahuan perang. ”Akhirnya kita mundur. Itu perjuangan dengan otot dan otak,” katanya. Pembakaran kota sebagai bentuk perlawanan kepada penjajah itu dilakukan pada 24 Maret 1946. Warga dan tentara baru bisa masuk kembali ke Bandung empat tahun kemudian.
Untuk melengkapi kisah sejarah itu, LVRI Kota Bandung dan sejarawan akan menyusun rangkaian peristiwa selengkapnya. Hasilnya akan disampaikan ke pemerintah. ”Jangan diperkecil Bandung Lautan Api itu,” tandas Sudirman. Jika Surabaya disebut sebagai Kota Pahlawan, Bandung, katanya, layak disebut Kota Pejuang.
Peringatan peristiwa Bandung Lautan Api digelar hari ini di depan Monumen Perjuangan Lapangan Tegalega, Bandung. Acara itu dihadiri ratusan pelajar, veteran pejuang, anggota TNI dan kepolisian serta pejabat dan pegawai negeri sipil.
ANWAR SISWADI