TEMPO.CO, Jakarta - Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej enggan berkomentar ihwal tindakan represi aparat terhadap massa aksi yang menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Sebelumnya koalisi masyarakat sipil menggelar aksi jalan santai bersamaan dengan car free day pada Minggu, 27 November 2022, di Bundaran HI, Jakarta. Namun mereka mendapat perlakuan kasar dari aparat. "Saya tidak menanggapi soal represi ya," kata Edward di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 28 November 2022.
Dalam aksi jalan santai tersebut, massa aksi menyuarakan penolakannya terhadap RKUHP yang selangkah lagi disahkan jadi undang-undang. Menurut mereka, RKUHP masih memuat sejumlah pasal bermasalah.
Edward menilai aksi unjuk rasa merupakan bagian dari demokrasi. “Ya itu kan bagian dari demokrasi, didengarkan saja,” kata dia. Toh jika masyarakat protes, Edward mengatakan pintu gugatan melalui Mahkamah Konstitusi terbuka lebar. “Boleh (menggugat), silakan ke MK. Kami sangat siap."
Baca Juga: Demo Tolak RKUHP di CFD Dibubarkan Polisi, LBH Jakarta: Apalagi Kalau Sah
Sebelumnya, aksi jalan santai menolak pengesahan RKUHP oleh Koalisi Masyarakat Sipil diwarnai dengan upaya penghentian paksa oleh aparat. Koordinator lapangan acara jalan santai, Belgis Habiba, menyayangkan upaya penghentian paksa dari aparat tersebut.
Belgis mengatakan penghentian paksa aksi jalan santai kemarin sejatinya merupakan gambaran kecil ihwal apa yang terjadi jika RKUHP disahkan. Ia menyebut aparat bisa semakin menjadi-jadi membubarkan aksi bila RKUHP disahkan karena seolah mendapat legitimasi hukum.
"Ada salah satu pasal mengenai unjuk rasa yang harus izin, kita ingin menuntut hak melalui aksi, eh malah kita dipenjara. Belum lagi soal pasal penghinaan lembaga negara dan pemerintah, ini juga akan dipenjara," kata dia, Minggu, 27 November 2022.
Aktivis Greenpeace tersebut juga menceritakan bagaimana awal mula ketegangan antara peserta aksi dengan aparat kepolisian. Belgis berkata saat peserta aksi membentangkan spanduk-spanduk penolakan di depan tugu Selamat Datang, mereka diminta untuk membubarkan aksi dan menyuruh berpindah ke tempat lain. "Lalu saat kami turuti dan berjalan pelan menjauh dari tugu Selamat Datang, kami masih dimarahi dan dibentak," ujar Belgis saat dihubungi oleh Tempo.
Tidak sampai di situ, Belgis menjelaskan aparat berupaya mengambil spanduk-spanduk yang dibawa oleh peserta aksi. Ia menjelaskan aparat tersebut menyebut aksi yang dilakukan Koalisi Masyarakat Sipil tersebut tidak memiliki izin. "Alasan dari aparat CFD bukan ruang untuk berekspresi. Tapi di saat yang sama kami lihat banyak aksi dan kampanye lain yang serupa," ujar juru kampanye kehutanan Greenpeace tersebut.
IMA DINI SHAFIRA | MIRZA BAGASKARA
Baca Juga: Bagaimana RKUHP Mengancam Kebebasan Pers