TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT tidak pernah melaporkan progres penggunaan dana bantuan sosial Boeing atau Boeing Community Investment Fund (BCIF) senilai Rp 138 miliar.
Hal ini diungkapkan oleh jaksa penuntut umum saat pembacaan dakwaan terhadap mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar, dan Ketua Pengawas ACT Heriyana Hermain di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 15 November 2022.
“Sampai saat ini Yayasan ACT belum mengirimkan progres pekerjaan kepada Boeing terkait dengan implementasi pengelolaan dana sosial,” kata JPU.
Padahal ACT wajib melaporkan hasil pekerjaan 70 proyek sosial yang mereka kelola dari dana bantuan sosial Boeing senilai Rp 138 miliar.
Eks petinggi Yayasan Aksi Cepat Tanggap yaitu, Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Heriyana Hermain, didakwa menyelewengkan Rp 117 miliar dana Boeing Community Invesment Fund (BCIF) atau dana bantuan sosial dari Boeing yang diperuntukkan proyek sosial dari ahli waris korban kecelakaan Lion Air JT610.
Baca juga: Sidang Dakwaan Ahyudin ACT, Pengacara: Jaksa Tak Sertakan Pasal Pencucian Uang
ACT diketahui hanya menggunakan Rp 20 miliar untuk melaksanakan proyek amal.
Temuan ini terungkap dalam Laporan Akuntan Independen Atas Penerapan Prosedur Yang Disepakati Bersama Mengenai Penerimaan dan Pengelolaan Dana BCIF BOEING Tahun 2018 sampai dengan 2021 oleh akuntan Gideon Adi Siallagan pada 8 Agustus 2022.
“Dari laporan itu hanya Rp 20.563.857.503 dari jumlah uang sebesar Rp 138.546.388.500 dana BCIF yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari Boeing tersebut yang benar-benar digunakan untuk implementasi kegiatan Boeing,” kata JPU.
Sedangkan sisa dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997 oleh Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Heriyana Hermain digunakan oleh kepentingan lain, antara lain untuk pembayaran gaji dan THR karyawan, mengalir ke yayasan ACT lain, hingga ke dana pribadi terdakwa, dan sebagainya di luar tujuan proyek amal Boeing.
Padahal terdakwa mengetahui penggunaan dana BCIF harus sesuai dengan peruntukkannya sebagaimana tertulis dalam Protocol BCIF April 2020 untuk pembangunan fasilitas pendidikan program implementasi Boeing. Sekalipun terdakwa mengetahui nilai RAB yang disetujui oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) jauh di bawah nilai proposal yang diajukan dan yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari pihak Boeing.
“Terdakwa Ahyudin dan Heriyana Hermain, serta dengan sepengetahuan Ibnu Khajar selaku Presiden ACT, mengetahui bahwa dana BCIF tersebut tidak boleh digunakan untuk peruntukan lain selain untuk kegiatan implementasi Boeing,” kata JPU dalam dakwaan.
Proyek yang dikelola oleh ACT terkait dengan dana sosial Boeing berjumlah 70 proyek dari 68 ahli waris, di mana ada satu ahli waris yang mengajukan dua proyek.
Pada pelaksanaannya, penyaluran dana Boeing (BCIF) tersebut tak melibatkan para ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan proyeknya.
Yayasan Aksi Cepat Tanggap juga tidak memberitahukan kepada pihak ahli waris terhadap dana Boeing (BCIF) yang diterima dari pihak Boeing.
Ahyudin didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan, Ibnu dan Hariyana didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara untuk Novariyadi Imam Akbari selaku Senior Vice President Humanity Network Department perkaranya masih dalam proses penelitian jaksa untuk persiapan kelengkapan berkas dan pelimpahan.
Baca juga: Sidang ACT Digelar Virtual, Ahyudin Dengarkan Dakwaan dari Ruang di Bareskrim