TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Pro Demokrasi, Iwan Sumule, mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk mempertanggungjawabkan laporan hasil penyelidikan terkait kasus suap tambang batu bara ilegal oleh Ismail Bolong kepada pejabat Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). Iwan menilai apa yang diungkapkan Ismail tersebut merupakan hasil penyelidikan dari internal Polri sendiri.
"Ini dari Ismail Bolong diserahkan langsung. Jadi saya pikir ini laporan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh institusi Polri sendiri sehingga bisa dipertanggungjawabkan. Kalau kami yang melakukan penyelidikan sendiri nanti dibilang hoax," jelas Iwan kepada wartawan di Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Jakarta, Senin, 7 November 2022.
Baca Juga:
Dalam video tersebut, Ismail yang merupakan mantan anggota Polri menyatakan dirinya mengelola tambang batu bara ilegal. Dia juga mengaku sempat memberikan setoran uang kepada pejabat Bareskrim senilai Rp 6 miliar dalam tiga tahap pada 2021 lalu.
Ketika coba dikonfirmasi oleh Tempo, Ismail pun mengaku dirinya dipaksa berbicara dalam video itu. Dia menceritakan dirinya sempat dibawa oleh seorang pejabat di Biro Pengamanan Internal Polri ke sebuah hotel dan membuat video itu.
“Jadi begini, pada saat itu saya dipaksa testimoni, saya tidak bisa. Saya dibawa ke hotel kemudian saya disodorin teks. Itu tengah malam. Betu-betul dipaksa. Dia (seorang perwira tinggi--red.) dalam keadaan mabuk,” kata Ismail Bolong kepada Tempo.
Prodem meminta laporan hasil penyelidikan terhadap Ismail Bolong ditindaklanjuti
Iwan mendatangi Divisi Propam Polri untuk melaporkan masalah suap yang dilakukan Ismail ini. Dia menyatakan laporannya merupakan bentuk kepedulian ProDem untuk membenahi internal kepolisian. Ia menilai dalam kasus suap tambang ilegal itu terdapat anggota Polri yang telah melanggar kode etik dan aturan kedisiplinan polisi.
"Kami ingin tegaskan sekaligus melaporkan Komjen Agus (Kabareskrim Komjen Agus Andrianto) ini kami minta supaya laporan hasil penyelidikan ini ditindaklanjuti dan kemudian dilakukan sidang disiplin, sidang kode etik karena ini penerimaan suap itu tidak dibenarkan bagi siapapun anggota kepolisian," tutur Iwan.
Meskipun demikian, Iwan menjelaskan bahwa peraturan kedisiplinan anggota polri sudah terdapat di dalam aturan hukum. Ia menyayangkan jika terdapat anggota polisi telah menerima suap dan dilindungi oleh Kapolri.
"Karena sudah disebutkan baik di peraturan di perintahkannya soal disiplin anggota kepolisian tentang kode etik. Itu tidak di siarkan bahwa anggota kepolisian itu boleh menerima suap atau yang mereka sebut uang koordinasi," kata dia.
Lebih lanjut, Iwan mengatakan seseorang pejabat atau anggota penegak hukum mendapatkan barang berharga dapat dianggap gratifikasi. Sehingga, kata dia, hal tersebut harus dilaporkan kepada pihak yang berwenang menilai adanya penerimaan barang yang memiliki nilai tinggi.
"Nah sudah pasti kalau kita merujuk pada undang-undang tindak pidana korupsi, penerimaan gratifikasi yang tidak dilaporkan selama 30 hari kepada KPK menjadi sebuah tindak pidana," jelas Iwan.
Pemutaran video Ismail Bolong sempat dibajak
Sebelumnya, video pengakuan Ismail Bolong sempat diputar dalam acara diskusi Persekongkolan Geng Tambang di Polisi dengan Oligarki Tambang pada Kamis, 3 November 2022. Direktur Eksekutif Indonesian Club yang mengadakan acara tersebut, Gigih Guntoro, menyatakan bahwa pemutaran video tersebut sempat mengalami pembajakan.
Akun Zoom yang digunakan untuk memutar video itu, menurut Gigih, tiba-tiba diretas oleh pihak lain. Panitia pun sempat tak bisa menguasai akun Zoom tersebut.
“Video tersebut berdurasi selama dua menit. Dan di tengah penayangannya, ada seseorang yang menggambar alat vital laki-laki di layar Zoom,” kata Gigih kepada Tempo.
Setelah acara diskusi Geng Tambang tersebut, video Ismail Bolong itu tersebar luas di media sosial hingga aplikasi percakapan.
MUH RAIHAN MUZAKKI
Baca: Ismail Bolong Akui Pernyataannya di Video Viral Dugaan Suap ke Jenderal Polisi