TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menyampaikan hasil pemantauan dan penyelidikan lembaganya dalam Tragedi Kanjuruhan. Menurut penelusuran mereka, polisi melakukan 45 tembakan gas air mata pada kejadian itu
"Diperkirakan, gas air mata ditembakkan di stadion dalam peristiwa ini sebanyak 45 kali," ujar Beka dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu, 2 November 2022.
Beka menyatakan hal itu Komnas HAM simpulkan dari rekaman video yang mereka terima. Dari 45 total tembakan itu, lanjut dia, 27 tembakan gas air mata terlihat dalam video sementara 18 tembakan lainnya terkonfirmasi lewat suara.
Dia pun menyatakan anggota polisi yang menembakkan gas air mata ituberasal dari kesatuan Brimob Polda Jawa Timur dan unit kepolisian Samapta Bhayangkara (Sabhara).
Peluru gas air mata sudah kedaluwarsa
Beka menyatakan, para personil polisi itu menggunakan senjata laras licin panjang untuk menembakkan gas air mata itu. Amunisi yang digunakan adalah selongsong kaliber 37 sampai dengan 38 milimeter, Flash Ball Super Pro 44 milimeter, dan anti-riot AGL kaliber 38 milimeter.
"Amunisi gas air mata yang digunakan merupakan stok tahun 2019 dan telah expired atau kedaluwarsa," kata Beka.
Berdasarkan penelusuran Komnas HAM, penembakan gas air mata itu dilakukan personil di lapangan tanpa koordinasi dengan Kapolres Malang saat itu, AKBP Ferli Hidayat. Beka menyatakan penembakan gas air mata dalam Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 itu dimulai sekitar pukul 22.08 WIB.
Pada pukul 22.08.59 WIB sampai dengan 22.09.08 WIB, ujar dia, personel Brimob menembakkan gas air mata sebanyak 11 kali ke tribun yang berada di selatan lapangan.
"Setiap tembakan berisi 1 sampai 5 amunisi gas air mata," ucap Beka.
Berikutnya, personel Brimob kembali menembakkan gas air mata pada pukul 22.11.09 WIB hingga pukul 22.15 WIB. Dalam periode tersebut, Komnas HAM memperkirakan ada sebanyak 24 kali penembakan gas air mata.
"Lalu, jumlah amunisi yang terlihat dalam video sebanyak 30 amunisi yang bersumber dari 10 tembakan," ujar Beka.
Penggunaan gas air mata jadi masalah
Penembakan gas air mata menjadi masalah utama dalam Tragedi Kanjuruhan. Pasalnya, penggunaan gas pengurai massa di dalam stadion dilarang oleh induk sepak bola dunia, FIFA.
Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan, dalam wawancara dengan Tempo menyatakan pihaknya baru akan membuat prosedur pengamanan khusus untuk pertandingan sepak bola bersama dengan Polri.
Penembakan gas air mata disebut berbagai lembaga sebagai penyebab utama jatuhnya 135 korban jiwa dalam tragedi tersebut. Pasalnya, setelah tembakan itu, Aremania, sebutan untuk suporter Arema FC, berdesakkan menuju pintu keluar stadion. Sejumlah saksi menyatakan bahwa beberapa pintu stadion dalam kondisi terkunci sehingga para suporter tak bisa keluar dan akhirnya menimbulkan jatuhnya korban jiwa.
Lembaga Amnesty Internasional dalam studinya menyebutkan bahwa gas air mata bisa menyebabkan kematian jika terhirup ke dalam tubuh korban. Meskipun demikian, polisi membantah jika korban Tragedi Kanjuruhan meninggal akibat gas air mata.