Empat korban dibunuh dan dimutilasi di salah satu lahan kosong di di Jalan Nawaripi Baru, Mimika, Papua, setelah transaksi jual beli senjata antara pelaku dan korban gagal. Kedua pihak terlibat baku pukul setelah korban mengetahui senjata rakitan yang diterima palsu. Padahal, korban telah menyerahkan uang Rp250 juta di lokasi itu juga.
Transaksi gagal itu berujung maut. Empat korban dibunuh dengan cara ditebas parang dan ditembak. Untuk menutupi kejahatannya, tersangka memutilasi korban dan membuangnya ke sungai. Setelahnya, mobil yang ditumpangi korban dibakar.
Rivanlee mengatakan tuduhan aparat yang mengatakan empat korban terlibat gerakan separatis tidak terbukti. Korban AL misalnya, merupakan pengurus gereja yang juga ditunjuk sebagai panitia pembangunan gereja. Kemudian korban AL adalah pejabat aktif kepala desa Kampung Yunat sekaligus pengurus gereja di Kenyam, Nduga. Korban LN bekerja sebagai pengemudi perahu untuk antarjemput dari dan menuju Nduga-Jita-Timika.
“Sedangkan AT merupakan seorang anak yang sering membantu pamannya bertani dengan bercocok tanam,” kata Rivanlee.
Enam anggota TNI Angkatan Darat yang menjadi tersangka di kasus ini adalah Mayor Infanteri HFD; Kapten DK; Praka PR; Pratu RAS; Pratu RPC dan Pratu ROM. Adapun tersangka sipil yakni APL alias J, DU, R, dan RMH. Salah satu tersangka mutilasi bernama Roy atau R saat ini masih buron.
Baca: Satu Korban Mutilasi oleh Anggota TNI di Papua Ternyata Masih Anak di bawah Umur
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.