Peristiwa pembunuhan dan mutilasi 4 warga Papua itu terjadi pada 22 Agustus 2022. Empat korban dibunuh dan dimutilasi setelah dijebak dalam transaksi jual beli senjata palsu. Para pelaku menjebak korban dengan memberikan senjata rakitan palsu. Padahal, korban telah menyerahkan uang Rp 250 juta.
Mengetahui senjata api yang dibelinya palsu, para korban berontak. Mereka sempat terlibat dalam aksi tarik menarik tas uang tersebut. Empat korban akhirnya dibunuh dengan cara ditebas parang dan ditembak. Untuk menutupi kejahatannya, tersangka memutilasi korban dan membuangnya ke sungai. Setelahnya, mobil yang ditumpangi korban dibakar.
Rivanlee mengatakan, berdasarkan penelusuran KontraS, tuduhan aparat yang mengatakan empat korban terlibat gerakan separatis tidak terbukti. Korban Arnold Lokbere misalnya, merupakan pengurus gereja yang juga ditunjuk sebagai panitia pembangunan gereja. Kemudian korban AL adalah pejabat aktif kepala desa Kampung Yunat sekaligus pengurus gereja di Kenyam, Nduga. Korban LN bekerja sebagai pengemudi perahu untuk antarjemput dari dan menuju Nduga-Jita-Timika.
“Sedangkan AT merupakan seorang anak yang sering membantu pamannya bertani dengan bercocok tanam,” kata Rivanlee.
Enam anggota TNI Angkatan Darat yang menjadi tersangka dalam kasus mutilasi 4 warga Papua ini adalah Mayor Infanteri HFD, Kapten DK, Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu ROM. Adapun tersangka sipil yakni APL alias J, DU, R, dan RMH atau Roy Marthen Howai. Roy saat ini masih buron.
Baca: Ini Kronologi Mutilasi 4 Warga Papua oleh anggota TNI Versi KontraS
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.