TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto memperingatkan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas pernyataannya bahwa ada tanda-tanda pemilihan presiden tidak jujur dan adil pada pemilihan presiden, harus berdasarkan politik kebenaran. Hasto menyebut keluhan SBY tersebut dapat disampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum atau KPU.
"Bagi kami, rapat pimpinan nasional suatu partai harus didasarkan pada politik kebenaran, bukan didasarkan pada fitnah, bukan berdasarkan pada ambisi atau berbagai inaformasi yang tidak tepat," kata Hasto, di Konferensi Pers, Minggu, 18 September 2022.
Hasto menjelaskan dalam ketentuan presiden terpilih sesuai aturan ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold sebesar 25 persen suara merupakan kesepakatan bersama. Ia menyebut bahwa pernyataan yang disampaikan SBY juga bisa diselesaikan melalui proses hukum
"Kecurigaan yang berlebihan tentu saja tidak kondusif di dalam iklim politik nasional kita. Apalagi disampaikan oleh SBY dalam forum resmi rapat pimpinan nasional partai Demokrat," ujarnya.
Sementara itu, ia juga menyampaikan adanya kecelakaan dalam demokrasi. Dalam penjelasannya soal ketentuan Presidential Threshold sudah secara resmi tidak bisa digugat. Pemerintah terpilih dapat mengambil keputusan yang objektif karena adanya dukungan sebesar 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.
Ia menambahkan, pada pilpres 2014 Jokowi-Jusuf Kala hanya mengandalkan dukungan 20 persen kursi lebih. Sehingga pada satu setengah tahun kepemerintahan Jokowi harus melakukan konsolidasi politik.
Hasto menjelaskan bahwa dalam pilpres tahun 2009 terdapat banyak kecurangan yang didapat. Salah satunya yakni manipulasi daftar pemilih yang saat itu era kepemimpinan SBY.
"Zaman Pak Harto saja ini tidak pernah melakukan manipulasi DPT. Ini DPT dimanipulasi secara masif," katanya.
Lebih lanjut ia menuturkan, era SBY saat menaikan harga BBM berbeda dengan era Jokowi. Dalam pemerintahan SBY mewarisi kondisi fiskal yang bagus dari pemerintahan Megawati. Namun, dari naiknya harga BBM terdapat politisasi bagi kepentingan elektoral.
"Jadi mohon maaf pak SBY kecurangan itu justru terjadi pada periode bapak bukan pada saat Jokwi. Kalau PDI-perjuangan (PDIP) curang naiknya kami sudah sesuai hasil survei," jelasnya.
Lebih lanjut, Ketua DPC PDI-Perjuangan Yogyakarta Eko Suwanto menjelaskan adanya manipulasi data Daftar Pemilih Tetap atau DPT fiktif. Ia menyampaikan adanya data yang meninggal dan masuk dalam daftar pemilih sesuai Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu. "Pengurus ranting berhak mendapatkan DPS atau DPS perbaikan. Namun, fakta yang terjadi tidak pernah memberikan daftar pemilih yang ada dalam hardcopy yang harusnya dibagikan ke pengurus ranting," katanya.
Eko menjelaskan, adanya data anak-anak di bawah umur yang masuk dalam daftar pemilih. Dalam kasus ini juga terdapat urutan nomor pemilih yang muncul kembali atau KTP ganda.
"Intinya pemilu tahun 2009 itu datanya tidak akurat, tidak benar dan manipulatif. Ini bisa kami buktikan laporan-lapiran kami ke Panwaslu maupun Pawaslu pada masa itu juga banyak. Dan pada akhirnya di sidang MK pun saya juga diberi tugas salah satunya tentang daftar pemilu bermasalah ini. Waktu itu juga DPR RI membentuk Pansus dan kesimpulannya juga benar bahwa DPT-nya bermasalah," jelasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Tempo masih berupaya meminta penjelasan ke pihak Partai Demokrat perihal tuduhan Hasto tersebut.
MUH RAIHAN MUZAKKI
Baca: Ini Detail Pidato SBY Viral Sebut Pemilu 2024 Akan Tidak Adil
Catatan:
Berita ini mengalami perubahan pada Ahad 18 September 2022 pukul 17.55 karena ada penambahan keterangan narasumber