TEMPO Interaktif, Jakarta: Indonesia mendapat sebutan negara paling banyak korban flu burung pada manusia pada periode 2006-2009. "Angka kematiannya mencapai 79,3 persen dari kasus positif yang ditemukan," papar Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Rita Kusriastuti di Le Dian Hotel Serang, Banten, Kamis (5/3).
Hingga Januari 2009 terekam 115 kematian dari 141 kasus positif terinveksi virus flu burung. Pada 2005, kasus kematian di Indonesia masih di bawah Vietnam. Kini Vietnam, Rita menjelaskan, angka kematiannya berkisar 50 persen dari kasus positif (52 kematian dari 107 kasus).
Menurut Rita, virus ini tidak melulu ditemukan pada unggas yang mati mendadak. Penularan bisa bermula dari kotoran unggas yang terinfeksi virus. "Bahkan air yang menggenanginya juga berisiko," katanya mengingatkan.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah tanah kering yang berada di sekitar unggas terinfeksi, Apabila debu bisa juga membawa virus, tanah di sekitar unggas yang terinfeksi sangat berisiko .
Indonesia telah memasuki periode waspada pandemi pada fase 3, manusia terinfeksi dengan subtype virus influenza baru. Tapi belum menular dari manusia ke manusia. Fase ini memungkinkan penularan antarmanusia kalau hubungannya sangat dekat.
Rita berharap fase yang dialami Indonesia tak mencapai pandemi, tapi justru menurun ke fase interpandemi. Ia memperkirakan jika mencapai pandemi influenza akan terjadi kerugian ekonomi (perdagangan, pariwisata) mencapai US$ 800 miliar.
Hingga Februari 2009 flu burung telah menyebar di 31 provinsi dari 33 provinsi dan membunuh 6,5 juta unggas (ayam, puyuh dan burung gereja). Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan 77 persen dari 5,1 juta spesimen positif H5N1
DIANING SARI