TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Purnawirawan Agus Supriatna di kasus korupsi pengadaan Helikopter AW 101. Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway. “Diperiksa sebagai saksi,” kata juru bicara KPK Ali Fikri, Kamis, 8 September ptember 2022.
Selain Agus, penyidik juga memanggil Marsekal Muda Purnawirawan Supriyanto Basuki sebagai saksi. Ali belum menjelaskan materi pemeriksaan untuk dua purnawirawan perwira tinggi TNI Angkatan Udara tersebut.
Adapun dalam perkara ini, KPK telah menahan Irfan selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri pada 24 Mei 2022. Kasus ini bermula pada Mei 2015 ketika Irfan dan pegawai perusahaan Agusta Westland Lorenzo Pariani bertemu Mohammad Syafei yang saat itu menjabat Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI Angkatan Udara di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur.
Pertemuan itu membahas pengadaan helikopter AW 101 VIP atau VVIP TNI Angkatan Udara. Irfan selaku agen AW diduga memberikan proposal pada Syafei dengan mematok harga US$ 56,4 juta per unit helikopter. Padahal antara Irfan dengan pihak AW, telah disepakati harga per unitnya, yaitu US$ 39,3 juta atau Rp 514 miliar.
Sempat tertunda, rencana pengadaan helikopter ini berlanjut pada 2016 dengan nilai kontrak Rp 738 miliar. Lelang pengadaan hanya diikuti oleh 2 perusahaan, salah satunya milik Irfan. Dalam tahapan lelang, diduga panitia tetap melibatkan dan mempercayakan Irfan untuk menghitung Harga Perkiraan Sendiri.
KPK duga proses lelang diakali
KPK menduga Irfan aktif melakukan komunikasi dan melakukan pembahasan secara khusus dengan Pejabat Pembuat Komitmen proyek ini, Fachri Adamy. KPK menengarai proses lelang telah diakali, sehingga perusahaan Irfan bisa menjadi pemenang .
KPK juga menyangka Irfan sudah mendapatkan bayaran 100 persen, padahal belum menyelesaikan beberapa item pekerjaan. Selain itu, beberapa item pekerjaan diduga tidak sesuai spesifikasi seperti tidak dipasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda. Akibat korupsi ini, negara rugi Rp 224 miliar.
Irfan menjadi tersangka tunggal di kasus ini. Hal itu disebabkan karena pihak TNI menghentikan proses penyidikan beberapa tersangka dari kalangan militer. Penghentian dilakukan dengan dalih kekurangan bukti.
Penghentian penyidikan ini membuat penanganan kasus korupsi helikopter AW 101 di KPK terancam terhambat. Pasalnya lembaga antirasuah hanya berwenang menangani kasus korupsi yang melibatkan unsur penyelenggara negara. Sementara, tersangka yang baru ditetapkan adalah Irfan yang berstatus swasta.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.