TEMPO.CO, Jakarta - Menanggapi kenaikan harga BBM subsidi pertalite dan solar, Ketua BEM Unpad Virdian Aurellio atau dikenal Iyang melihat bahwa para pejabat terbilang hipokrit. Ia juga melihat kebijakan negara saat ini dari arah sebaliknya.
“Cara menebak kondisi negara adalah dengar kata Jokowi dan lihat sebaliknya. Presiden Jokowi pun sebenarnya pernah bilang bahwa tidak akan menaikan harga BBM, tapi justru sekarang akhirnya malah dinaikan,” kata Iyang kepada Tempo.co, pada Rabu 7 September 2022.
Hal ini dapat dibuktikan ketika melihat rekam jejak para pejabat sejak dahulu. Misalnya seperti dulu Partai Demokrasi Indonesia Pejuangan (PDIP) yang kini sebagai parrti berkuasa, memiliki perbedaan sikap dengan yang terjadi saat ini.
“Ketika Presiden SBY sedang memimpin, PDIP itu keras sekali menentang kenaikan BBM sampai membuat poster PDIP menolak kebijakan tersebut. Bahkan mereka membuat semacam kajian tentang risalah kenapa menolak BBM,” kata dia.
Tidak hanya partainya, ia juga menyinggung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sebelumnya pernah menolak sistem bantuan sosial tunai (BLT). Namun dalam laporan Tempo, Jokowi memutuskan untuk memberikan penyaluran BLT dari pengalihan subsidi bahan bakar minyak atau BLT BBM dilakukan secara menyeluruh di semua daerah.
Melihat hal tersebut, Iyang menilai bahwa kondisi atas keputusan seperti ini semakin tidak normal. Bahkan kebijakan ini dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini.
“Apalagi pada 2019, BBM pernah naik, akhirnya ada satu analisa. BBM itu sengaja dinaikkan oleh rezim Jokowi ketika menuju pemilihan. Lalu ketika pemilihan tiba, semua harga lalu diturunkan biar terkesan sebagai pahlawan dan akhirnya terpilih kembali,” katanya.
Oleh karena itu, saat ini BEM Unpad akan membuat kajian melihat kebijakan yang telah diputuskan oleh pemerintah. Kajian tersebut akan dilakukan demi memperkuat penolakan kenaikan harga BBM. Lalu nantinya akan melakukan aksi lebih lanjut.
FATHUR RACHMAN
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.