TEMPO.CO, Palembang - Keluarga korban penganiayaan hingga tewas di pondok pesantren Gontor I, Ponorogo, Jawa Timur mendesak polisi memproses hukum terhadap para terduga pelaku. Pengacara keluarga korban, Titis Rachmawati menilai pihak Gontor kurang transparan dalam kasus ini.
"Sejak awal pihak keluarga melihat pihak ponpes tidak transparan atas sebab kematian AM," kata Titis, Selasa 6 September 2022.
Menurut Titis, sembari menunggu perkembangan Pengungkapan kasus ini oleh Polres di Ponorogo, pihaknya sudah menyiapkan langkah hukum.
Dalam surat keterangan kematian yang diperlihatkan kepada wartawan, Titis menerangkan pihak keluarga mendapatkan surat keterangan kematian AM dari Rumah Sakit (RS) Yasfin Darusalam Gontor yang menyatakan korban meninggal akibat sakit pada pukul 06.45. Dalam surat yang diterbitkan pada hari kematian AM (17 tahun), tertulis nama dokter yakni Mukhlas Hamidy yang menyatakan korban meninggal karena sakit.
Titis Rachmawati menambahkan, surat diberikan langsung oleh seseorang yang mengaku sebagai perwakilan dari pihak Gontor saat penyerahan jenazah.
Di hari kedatangan jenazah, Soimah, ibu korban sempat memaksa membuka peti jenazah. Saat dibuka, kondisi jenazah tidak seperti orang meninggal karena sakit melainkan banyak ditemukan luka lebam dari kepala sampai dada hingga mengeluarkan darah. “Setelah didesak pihak Gontor mengakui bahwa AM meninggal karena dianiaya,”katanya.
Penjelasan dari Gontor
Juru Bicara Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Noor Syahid mengakui adanya dugaan penganiayaan yang mengakibatkan seorang santri tewas. Santri tersebut adalah AM, 17 tahun, santri kampus 1 di Ponorogo, Jawa Timur.
"Berdasarkan temuan tim pengasuhan santri, kami memang menemukan adanya dugaan penganiayaan yang menyebabkan almarhum wafat," kata Noor Syahid melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin malam, 5 September 2022.
Menurut dia, temuan itu menjadi dasar bagi pihak pondok Gontor dalam memberikan hukuman kepada dua santri yang diduga melakukan penganiayaan hingga mengakibatkan AM meninggal dunia pada Senin, 22 Agustus 2022. Kedua santri yang bersangkutan telah dikeluarkan dari pondok secara permanen.
"Dan langsung mengantarkan mereka kepada orang tua masing-masing," Noor Syahid menegaskan.
Saat mengantarkan jenazah, pihak Pesantren menyatakan bahwa korban meninggal akibat kelelahan saat mengikuti perkemahan.
Namun, pihak keluarga AM melihat adanya kejanggalan terhadap jenazah AM. Salah satunya tentang darah yang keluar pada bagian tubuh AM sehingga harus mengganti kafan hingga dua kali.
"Kami juga meminta maaf kepada orang tua dan keluarga almarhum jika dalam proses pengantaran jenazah dianggap tidak jelas dan terbuka. Sekali lagi, kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya," ungkap Nor Syahid.
Dengan demikian, ia menyatakan bahwa pihak ponpes tidak menoleransi segala aksi kekerasan di lingkungan pesantren. Ini termasuk dalam kasus meninggalnya AM yang bermula dari kecurigaan orang tuanya.
"Kami juga siap mengikuti segala bentuk upaya dalam rangka penegakan hukum terkait peristiwa wafarnya almarhum ananda AM ini," ujar Noor. Dalam pernyataan itu, ia juga menyampaikan permohonan maaf dari pihak kelurga besar Pondok Modern Darussalam Gontor dan belasungkawa.
PARLIZA HENDRAWAN | NOFIKA
Baca: Polres Ponorogo Usut Tewasnya Santri Gontor Diduga karena Penganiayaan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.