Sedangkan secara sosiologis, pendidikan merupakan pranata sosial yang berbeda proses dan tujuannya dari pranata hukum, pranata ekonomi, ataupun pranata politik.
Sebagai pranata sosial, Pendidikan diselenggarakan secara bersama oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam melaksanakan tugas negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mempersatukan dan menghilangkan kesenjangan sosial, ekonomi, dan budaya.
Pendidikan harus diselenggarakan dan dikelola secara sistematik sebagai organisasi sistem terbuka: oleh keluarga sebagai organisasi belajar, oleh Masyarakat sebagai badan perkumpulan dan yayasan Pendidikan, dan oleh Pemerintah Daerah dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah.
Kemudian, masyarakat juga diharapkan untuk mencermati dan memberi masukan terkait RUU. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Anindito Aditomo, Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan (BSKAP).
Pasal-pasal di dalam draf terbaru RUU Sisdiknas dianggap tak menjawab berbagai masalah di dunia pendidikan, dari soal nasib guru honorer, kurangnya jumlah guru, kurikulum yang kaku.
"Masukan dari publik tersebut merupakan bentuk pelibatan publik yang bermakna sesuai amanat undang-undang dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam tahap penyusunan dan pembahasan rancangan undang-undang," ungkap Anindito
Meskipun dalam praktiknya, banyak pihak yang meragukan keterlibatan publik dalam perancangan RUU Sisdiknas. Contohnya seperti dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). "Uji publik yang pernah dilakukan Februari 2022 lalu terkesan formalitas saja, sebab organisasi yang diundang hanya diberi waktu lima menit menyampaikan komentar dan masukan. Aspek partisipasi publik masih rendah,” ujar Dewan Pakar P2G, Rakhmat Hidayat.
DANAR TRIVASYA FIKRI
Baca : Kemendikbudristek Unggah Naskah Terbaru RUU Sisdiknas, Apa yang Baru?
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.