TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini 27 Agustus, Djoko Tjandra yang memiliki nama lengkap Djoko Soegiarto Tjandra tepat berusia 71 tahun. Djoko Tjandra lahir di Sanggau, 27 Agustus 1951. Djoko merupakan penguasaha yang identik dengan Grup Mulia yang memiliki bisnis inti properti.
Djoko Tjandra adalah seorang pengusaha yang pernah menjadi buronan kasus korupsi. Ia sempat kabur ke Kuala Lumpur, jalan panjang pelarian Djoko Tjandra, terpidana kasus korupsi Bank Bali yang akhirnya berakhir pada Kamis 30 Juli 2020, Ferdy Sambo termasuk tim penjemputnya. Berikut ini deretan kasus yang pernah menjeratnya.
Berikut ini deretan kasus Djoko Tjandra yang dirangkum dari berbagai sumber, di antaranya:
1. Kasus Cessie Bank Bali
Djoko Tjandra pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali menyatakan perbuatan Djoko Tjandra termasuk dalam lingkup hukum perdata. Namun, pada 3 September 2008, JPU mengajukan peninjauan kembali (PK).
Putusan Mahkamah Agung tanggal 11 Juni 2009 Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009 Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana 'turut serta melakukan tindak pidana korupsi' dan dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun. Atas PK jaksa itu, hakim menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 15 juta subsider 3 bulan kurungan.
Djoko kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012. Namun, alih status warga negara itu tidak sah, sebab Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia. Djoko Tjandra saat itu jadi buron, dan baru dieksekusi setelah tertangkap di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 2020.
2. Kasus Surat Jalan Palsu
Kasus surat jalan palsu ini bermula ketika Djoko Tjandra berencana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali atau PK.
Melansir dari Tempo.co, dalam surat jalan tersebut, Joko Tjandra diduga berpura-pura menjadi konsultan untuk bepergian dari Jakarta ke Pontianak, dengan keperluan konsultasi dan koordinasi. Adapun angkutan yang digunakan sebagaimana tertulis dalam surat adalah pesawat terbang. Kemudian Djoko berangkat pada 19 Juni 2020 dan kembali pada 22 Juni 2020. “Membawa perlengkapan yang diperlukan,” demikian tertulis dalam catatan.
Pengadilan Negeri Jakarta Timur kemudian memvonis Djoko Tjandra 2,5 tahun penjara karena terbukti memalsukan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan Covid-19, dan surat rekomendasi kesehatan. Vonis tersebut lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yaitu 2 tahun penjara.
“Memutuskan, menyatakan terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan berlanjut membuat surat palsu,” kata Ketua Majelis Hakim M Siradj dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa, 22 Desember 2020.
3. Kasus Red Notice dan Fatwa Mahkamah Agung
Menurut keterangan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono, Djoko mengakui telah memberi uang demi mengurus red notice.
Djoko Tjandra divonis 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan bulan oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi. Ia divonis dalam kasus suap kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Irjen Napoleon Bonaparte, dan Brigjen Prasetyo Utomo.
Mengutip dari Antara, Djoko Tjandra dinilai terbukti menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar 500 ribu dolar AS, memberikan suap senilai 370 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura kepada Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte serta 100 ribu dolar AS kepada Brigjen Prasetijo Utomo.
Ada empat terdakwa yang juga terseret dalam kasus ini, mereka adalah:
1. Irjen Napoleon Bonaparte divonis 4 tahun penjara. Putusan ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa sebesar 3 tahun penjara.
2. Brigjen Prasetijo Utomo divonis 3,5 tahun penjara. Putusan ini juga lebih tinggi dari tuntutan jaksa yaitu 2,5 tahun penjara.
3. Tommy Sumardi divonis 2 tahun penjara. Putusan ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa yaitu 1,5 tahun penjara.
Sementara itu, dalam kasus fatwa MA, dua terdakwa sudah divonis, yakni Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya.
Mantan Jaksa Pinangki mendapat potongan masa tahanan, semula divonis 10 tahun menjadi 4 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan subsider enam bulan kurungan. Sementara Andi Irfan divonis 6 tahun penjara. Vonis tersebut lebih tinggi dibanding dengan tuntutan jaksa, yakni 2,5 tahun penjara.
RINDI ARISKA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.