Begitu dideklarasikan, SBY bisa menarik suara dan Demokrat mendapatkan suara yang cukup signifikan, sekitar 7 persen pada 2004. Lalu setelah SBY menjadi presiden, pada Pemilu 2009, Partai Demokrat mendapatkan suara 21 persen.
Saiful menjelaskan bahwa dalam kasus PAN, keluarnya Amien Rais dari partai berlambang matahari putih itu dan kemudian mendirikan partai baru, Ummat, dinilai menarik perhatian.
"Ini adalah ujian bagi PAN apakah partai politik ini sudah kuat secara lembaga atau masih sangat terikat pada individu. Apakah dengan keluarnya Amien Rais PAN bisa survive atau tidak? Jika tidak survive, maka salah satu penjelasannya, kata Saiful, adalah pecahnya elit dan ada tokoh sentral yang keluar dari PAN, yakni Amien Rais," ujar Saiful.
Tapi pada saat yang sama, ujar dia, juga perlu dilihat apakah partai yang baru didirikan oleh Amien Rais itu akan mendapatkan suara secara signifikan atau tidak.
Partai Gelora yang didirikan tokoh-tokoh eks Partai Keadilan Sejahtera, Anis Matta dan Fahri Hamzah, juga menarik perhatian Saiful. Selama ini, PKS adalah partai yang dinilai cukup terlembagakan atau partai yang mencerminkan kolektivitas, dan tidak memiliki tokoh yang sangat menonjol.
"PKS lebih merupakan sebuah organisasi yang bagus. Jika hal itu benar, maka langkah Anis Matta dkk mendirikan partai sendiri adalah tindakan yang cukup berani mengambil risiko politik. Kalau tesis bahwa PKS adalah partai yang sudah terorganisasi dan terlembagakan, tidak terikat dengan satu tokoh tertentu, maka keluarnya Anis Matta dkk tidak akan memiliki pengaruh pada PKS,” ujar Saiful.
Terkait dengan partai Buruh, Saiful menyatakan bahwa di Indonesia basis sosial keagamaan jauh lebih kuat dari basis sosial sekuler. Basis sosial sekuler antara lain, kata dia, adalah organisasi buruh, nelayan, tani, dan lain-lain. Organisasi berbasis sosial sekuler ini, menurut Saiful, sangat besar. Namun, Partai Buruh, Partai Tani, Partai Nelayan yang sebelumnya dibuat tidak pernah mendapat suara signifikan.
Di Indonesia, kata Saiful, yang dimaksud dengan basis sosial bagi partai politik di Indonesia adalah yang bersifat keagamaan. Sementara organisasi sekuler seperti buruh, menurut dia, kurang politik.
"Faktor kedua adalah bahwa kekuatan buruh tidak dimonopoli oleh partai tertentu. Semua partai memiliki unsur buruhnya. Berbeda dengan di Eropa, misalnya, di mana Partai Buruh memonopoli basis sosial dan perjuangan kalangan pekerja atau buruh. Di Indonesia, ada yang namanya Partai Buruh, tapi Golkar juga mengklaim partai yang memperjuangkan aspirasi buruh. Demikian juga PDIP,” ujar Saiful.
Sejak Pemilu 1999 sampai Pemilu 2019, kata Saiful, jumlah partai cenderung semakin sedikit. Pada Pemilu 1999, ada 48 partai yang ikut dalam kontestasi Pemilu. Pemilu 2019, tinggal 16 partai.