TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan darurat kepada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E sebelum keputusan paripurna untuk justice collaborator. Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan pimpinan LPSK memutuskan perlindungan darurat kepada Richard per 12 Agustus 2022.
“Perlindungan darurat ini diberikan sambil menunggu rapat paripurna keputusan perlindungan secara formal,” kata Hasto saat dihubungi Jumat, 12 Agustus 2022.
Ia mengatakan perlindungan darurat ini diberikan agar Richard mendapatkan hak yang sama dengan para terlindung lain. Perlindungan darurat ini akan berlangsung selama seminggu sebelum keputusan paripurna Senin besok.
“Saya kira rapat paripurnanya diputuskan Senin, tetapi perlindungan sudah diberikan,” kata Hasto.
Lebih lanjut, ia membeberkan syarat perlindungan darurat, pertama ada ancaman jiwa pada seseorang yang mengalami satu tindak pidana. Kedua, apabila proses hukumnya sudah berjalan maka akan mendapat pendampingan dari LPSK di setiap proses hukumnya. Ketiga, perlindungan darurat diputuskan oleh tiga orang pimpinan sebelum rapat paripurna.
“Perlindungan darurat baru disahlan dalam rapat paripurna untuk disetujui oleh tujuh pimpinan,” katanya.
Perlindungan darurat, menurut Hasto, adalah hal yang wajar dan salah satu tindakan proaktif yang dilakukan LPSK adalah dengan mendatangi pemohon. Kadang-kadang, kata Hasto, pihak yang didatangi menolak karena memang perlindungan LPSK bersifat sukarela.
“Dan satu mekanisme perlindungan darurat, dengan dua syarat itu tadi, ancaman jiwa dan kalau proses hukum berjalan yang bersangkutan memerlukan pendampingan LPSK,” paparnya.
Sebelumnya, Richard mengajukan diri sebagai justice collaborator pada 8 Agustus lalu. Namun LPSK saat ini masih melakukan asesmen kepada Bharada E.
Pada 10 Agustus lalu, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan akan berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk memastikan keselamatan Richard, termasuk memastikan keterangannya konsisten sebelum menjadi justice collaborator.
Richard merupakan satu dari empat tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J alias Nopryansah Yosua Hutabarat. Dia mengajukan diri sebagai justice collabolator dengan mengungkap kejadian pembunuhan rekannya tersebut.
Richard mengaku dirinya dan Brigadir J tak terlibat baku tembak seperti keterangan awal yang disampaikan polisi. Dia mengaku mendapat perintah dari mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.
Selain Bharada E dan Ferdy Sambo, polisi juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Brigadir Ricky Rizal dan Kuat.