Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DI Yogyakarta hingga Kamis 4 Agustus masih terus memanggil keterangan guru-guru SMA Negeri 1 Banguntapan untuk menyelidiki dugaan pemaksaan jilbab itu. Setelah memanggil dua guru Bimbingan Konseling atau BK pada Rabu kemarin, hari ini ORI DIY memanggil satu dari tiga guru agama dan wali kelas siswi itu.
Kepala ORI DIY Budhi Masturi mengatakan dari pemeriksaan keterangan dari guru agama sekolah itu berinisial U, yang pertama kali melaporkan ke wali kelas bahwa di kelas itu ada siswi muslim tak berjilbab.
"Berdasarkan penjelasan guru agama itu tidak ada komunikasi verbal kepada yang bersangkutan kecuali saat membacakan absen, kemudian saat diabsen namanya sama seperti teman lainnya ditanya sudah bisa baca Al Quran atau belum dan yang bersangkutan menilai," kata dia.
Dari guru agama itu, ORI DIY juga menggali informasi secara keseluruhan karena sekolah ini punya program-program keagamaan yang lumayan banyak.
Selain mata pelajaran agama, di sekolah itu juga ada kegiatan atau program tadarus, ada yang sentral yang dipandu oleh orang yang mengaji dari ruang wakil kepala sekolah dan masing-masing kelas ada speaker dan siswa mendengar dan mengikuti. Ada juga tadarus yang sifatnya target membaca satu minggu dua juz.
Kemudian ORI coba mengklarifikasi kenapa sekolah negeri itu membuat program keagamaan seperti itu.
"Rupanya mereka membuat program-program seperti itu untuk mengantisipasi proses penilaian akreditasi. Kami cek ke panduan akreditasi memang ada poin salah satu parameternya itu siswa menunjukkan perilaku religius dalam aktivitas di sekolah atau madrasah," kata Budhi.
Di standar itu sudah ada instrumen-instrumen akreditasi.
"Walaupun agak berbeda sebenarnya instrumennya dari yang ada di sini dengan yang diterjemahkan sekolah itu," kata dia.
Kegiatan-kegiatan itu, menurut Budhi, menjadi materi yang dilaporkan pada saat akreditasi SMAN 1 Banguntapan Bantul. Termasuk diantaranya foto tadarusan dan foto orang salat untuk lampiran laporan dalam rangka penilaian akreditasi.
"Dari kasus ini kami sudah mulai mendapatkan benang merah kenapa (soal agama) di sekolah ini masif. Ya meskipun kalau kami baca parameter yang lebih rinci itu agak berbeda, jadi bisa jadi kasus ini karena kekeliruan membaca parameter akreditasi," kata dia.
Kasus pemaksaan penggunaan jilbab ternyata tak hanya terjadi di SMAN 1 Banguntapan Bantul, DI Yogyakarta. Kasus serupa terjadi juga di SMPN 46 DKI Jakarta.