TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) DPP PDIP, M. Nurdin meyakini kader mereka, Mardani H Maming, akan kooperatif dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia menyatakan bahwa PDIP tak akan melakukan intervensi apa pun terhadap proses hukum yang dilakukan oleh komisi anti rasuah itu.
"Karenanya pula kami tidak akan melakukan intervensi apapun terhadap proses hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum manapun, termasuk KPK dalam perkara ini," ujar Nurdin lewat keterangannya, Selasa, 26 Juli 2022.
Nurdin meyakini, kadernya juga akan menghormati proses hukum dalam kasus ini.
"PDI Perjuangan meyakini bahwa Pak Mardani H Maming akan kooperatif dalam proses penegakan hukum ini. Semoga semuanya tetap berjalan tertib dalam koridor hukum yang berlaku serta dengan memperhatikan asas praduga tidak bersalah, demi tegaknya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," tuturnya.
KPK menetapkan Mardani sebagai buronan setelah gagal melakukan upaya jemput paksa pada Senin kemarin, 25 Juli 2022. KPK menjemput paksa Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP Kalimantan Timur itu setelah dia mangkir dalam dua panggilan pemeriksaan sebelumnya.
“KPK memasukkan tersangka dalam DPO,” kata plt juru bicara KPK Ali Fikri, Selasa, 26 Juli 2022.
Pihak Mardani sempat menyatakan bahwa dia tak memenuhi panggilan KPK karena menunggu hasil sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pengacara Mardani, Denny Indrayana, menyatakan keputusan sidang pra peradilan itu akan dibacakan pada Rabu besok, 27 Juli 2022.
Mardani H Maming telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu. Kasus ini ditangani KPK setelah menerima laporan dari mantan Kepala Dinas Energi dan Pertambangan Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo.
Dwidjono sendiri telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin. Kasus Dwidjono ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Dalam laporannya, pihak Dwidjono menyebutkan keterlibatan Mardani dalam pengalihan IUP PT Berkah Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) pada 2011 lalu. Dia menyebut Mardani sebagai pihak yang memperkenalkannya dengan Direktur Utama PT PCN, Henry Soetio, di sebuah tempat di Jakarta.
Dwidjono juga menyatakan bahwa surat keputusan pengalihan IUP itu ditandatangani terlebih dahulu oleh Mardani sebelum dirinya memberikan rekomendasi. Selain itu, Dwidjono juga menyebut politikus PDIP tersebut menerima sejumlah uang dari PT PCN.
KPK telah menetapkan Mardani sebagai tersangka dalam kasus ini meskipun belum mengumumkannya secara resmi. Hal itu diketahui setelah komisi anti rasuah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencekal politikus PDIP tersebut bersama adiknya, Rois Sunandar.
Mardani H Maming lantas mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapannya sebagai tersangka oleh KPK. Pria yang juga menjabat sebagai Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menilai penetapan dirinya sebagai tersangka cacat hukum.
Dengan ditetapkannya Mardani H Maming sebagai buronan oleh KPK, praktis terdapat dua kader PDIP yang menjadi buruan komisi anti rusuah. Satu kader partai banteng lainnya yang buron adalah Harun Masiku yang terlibat dalam kasus suap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.