TEMPO.CO, Jakarta - Polisi mengumumkan penetapan tersangka empat petinggi yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT pada Senin, 25 Juli 2022. Empat petinggi tersebut adalah Ahyudin, Novariadi Imam Akbari, Heryana Hermai, dan Ibnu Khajar.
Adapun awal kasus diungkap pada Majalah Tempo edisi 2 Juli yang menyoroti dugaan penyelewengan dana umat oleh lembaga Aksi Cepat Tanggap.
Kemudian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan adanya indikasi transaksi yang diduga berkaitan dengan aktivitas terorisme oleh lembaga ACT. PPATK telah menyerahkan hasil pemeriksaan transaksi ACT ke beberapa lembaga aparat penegak hukum, seperti Densus 88 Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
PPATK mencatat ada ratusan miliar transaksi dari dan keluar Indonesia yang dilakukan ACT. Sebanyak Rp 52,9 miliar di antaranya tercatat mengalir ke luar negeri. Sedangkan dana masuk dari luar negeri sebanyak Rp 64,9 miliar.
“Berdasarkan data transaksi dari dan ke Indonesia periode 2014 sampai dengan Juli 2022 yang terkait ACT, diketahui terdapat dana masuk yang bersumber dari luar negeri sebesar total Rp 64.946.453.924, dan dana keluar dari Indonesia sebesar total Rp 52.947.467.313," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana pada Kamis, 7 Juli 2022.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyatakan keempatnya dijerat dengan pasal berlapis mulai dari soal penyelewengan dana hingga pencucian uang.
"Persangkaan pasal tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP, pasal 374 KUHP, pasal 45 A ayat 1 junto pasal 28 ayat 1 UU No. 19/2016 tentang perubahan UU No. 11/2008 tentang ITE," kata Ahmad pada Senin, 25 Juli 2022.
Selajutnya, pasal 70 ayat 1 dan 2 junto pasal 5 UU No. 16/2001sebagaimana telah diubah UU No. 28/2004 tentang perubahan atas UU No. 16/2001 tentang Yayasan.
Berikutnya, pasal 3, pasal 4, dan pasal 6 UU No. 8/2010 tetang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, serta yang terakhir pasal 55 KUHP junto pasal 56 KUHP
Sebelumnya, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah meminta keterangan 18 orang saksi dalam penyidikan kasus dugaan penyelewengan dana oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Pemeriksaan saksi-saksi telah bergulir sejak Dittipideksus melakukan penyelidikan pada Jumat, 8 Juli 2022. Pemeriksaan tersebut diawali dengan pemeriksaan terhadap petinggi ACT, yakni pendiri ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.
Sejak itu pemeriksaan saksi-saksi terus berlanjut sampai penyidik menaikkan status penanganan perkara ke tahap penyidikan pada Senin, 11 Juli 2022.
Ahyudin menjalani pemeriksaan selama sekitar 16,5 jam sejak Kamis 21 Juli 2022 pukul 10.00 WIB hingga Jumat dini hari, 22 Juli 2022, pukul 02.20 WIB. Dalam pemeriksaan itu, dia menyatakan penyidik memperdalam soal penggunaan dana sosial dari perusahaan pesawat terbang asal Amerika Serikat Boeing yang dikelola ACT.
Dia mengaku tak pernah ditanya oleh kepolisian terkait dugaan pendanaan terorisme. Ia pun kembali menyanggah dugaan tersebut.
"Tidak. Nyaris itu tidak pernah ditanyakan sepanjang sembilan kali saya diperiksa. Enggak, pernah Alhamdulillah enggak," kata Ahyudin usai pemeriksaan di gedung Bareskrim Polri pada Jumat, 22 Juli 2022 pukul 2.20 dini hari.
Ahyudin menyatakan kabar penyelewengan dana sumbangan untuk pendanaan teroris memang merupakan isu lama. Ia mengaku telah menjelaskan berkali-kali kepada publik bahwa ACT merupakan lembaga yang memberikan bantuan ke berbagai negara, termasuk Palestina dan Suriah yang kerap dianggap sarang teroris. Padahal, kata dia, bantuan yang ACT berikan bukan hanya ke Suriah dan Palestina tapi juga ke Cina, Filipina, Haiti, hingga negara-negara Afrika.
Adapun setiap pemberikan bantuan pada negara-negara tersebut dilakukan, menurutnya ACT selalu bekerja sama dengan berbagai organisasi yang legal atau telah diakui oleh pemerintah setempat.
"Jadi enggak ada sih, sembilan kali saya diperiksa non-stop loh," ucapnya.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Whisnu Hermawan menyebutkan ada tiga hal yang didalami oleh penyidik dalam kasus ACT, yakni terkait dugaan penyelewengan dana CSR ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 dari perusahaan pembuat pesawat Boeing, kemudian masalah penggunaan uang donasi yang tidak sesuai peruntukannya yaitu terkait dengan informasi yang diberikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPAT).
Penyidik mengendus pendirian sejumlah perusahaan ini sebagai perusahaan cangkang yang diduga digunakan untuk pencucian uang.
"Perusahaan cangkang yang dibentuk tetapi tidak beroperasi sesuai pendiriannya, hanya untuk sebagai perusahaan money laundering," kata Whisnu.
Baca juga: Jadi Tersangka, Ini Peran Ahyudin dan Ibnu Khajar dalam Penyelewengan Dana ACT
HENDARTYO HANGGI