INFO NASIONAL - Guru Besar Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf MP, menyatakan tidak keberatan dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.10 Tahun 2022 Tentang Tata Cata Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Menurutnya, hal terpenting bagi petani bukan hanya aturan tetapi ketersediaan pupuknya.
"Peraturan seperti apa pun yang dibuat Pemerintah, petani tidak bisa tidak harus ikut atau patuh, bukan karena persoalan kebijakan makro," ujarnya melalui pesan tertulis, Senin, 18 Juli 2022.
Selain itu, Prof Rauf juga tidak mempersoalkan soal jenis pupuk yang nantinya akan terfokus Urea dan NPK, karena unsur mineral tertentu memang dibutuhkan demi kesuburan tanaman.
"Apa pun jenis pupuknya tidak masalah yang penting memiliki kandungan unsur hara esensial N, P, dan K (untuk tanaman pangan). Akan lebih baik bila diperhatikan juga yang mengandung unsur hara S (sulfur) untuk tanaman bawang. Yang penting harus dijamin kontinuitas ketersediaannya di lapangan serta pupuk yang disubsidi berorientasi pada kebutuhan hara bagi tanaman," lanjutnya.
Namun, Prof Rauf juga memberi saran kepada pemerintah harus lebih tanggap dalam menyediakan pasokan pupuk yang memadai. "Saya juga sebagai Ketua Komisi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kab. Deli Serdang selalu berada di lapangan (bersama petani) yang selalu mengeluhkan keberadaan atau ketersediaan pupuk yang mereka butuhkan," ucap Prof Rauf.
Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah, Surya Vandiantara, menyatakan bawa Permentan 10/2022 menandakan keberpihakan kepada rakyat kecil. "Dalam persepektif ekonomi, ini sangat jelas menunjukkan keberpihakan Kementerian Pertanian pada petani kecil yang memiliki luas lahan tidak lebih dari 2 hektare," ujarnya.
Lebih lanjut, peranan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) dipandang sebagai langkah konkret pemerintah dalam atasi ketidakmampuan petani kecil dalam memperoleh pupuk.
"Penetapan patokan HET untuk pupuk bersubsidi ini, tentunya dapat melindungi para petani kecil dari kenaikan harga pupuk yang tidak terkontrol. Sehingga para petani kecil bisa memaksimalkan keuntungan dari penurunan biaya produksi atas pembelian pupuk yang lebih murah," tutur Surya.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian merilis Permentan 10/2022 dengan tujuan mengoptimalkan tata kelola pupuk bersubsidi. Kebijakan tersebut sebagai antisipasi terhadap imbas perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan terganggunya rantai pasok barang dan jasa, antara lain bahan pupuk. Saran dan evaluasi Panja DPR mengenai pupuk bersubsidi dan kartu tani juga melatarbelakangi penerbitan aturan baru terkait pupuk subsidi.
Adapun, Kementan bertanggung jawab sebagai penentu alokasi penyaluran pupuk, sementara Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) sebagai produsen dan distribusi pupuk bersubsidi. (*)