TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, mendesak otopsi ulang terhadap jenazah ajudan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo itu. Kamaruddin dan timnya akan melapor ke Bareskrim Mabes Polri pada hari ini, Senin, 18 Juli 2022.
"Keluarga meminta membongkar makam untuk dilakukan otopsi independen," kata Kamaruddin Ahad kemarin, 17 Juli 2022.
Permintaan otopsi ulang itu terkait dengan kejanggalan yang ditemukan pihak keluarga terhadap jenazah Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat. Pihak keluarga disebut sempat menemukan sejumlah luka yang diduga bukan berasal dari hasil tembakan di tubuh pria berusia 28 tahun itu.
Kamaruddin menyatakan bahwa pihak keluarga telah mendokumentasikan luka-luka di tubuh Yosua. Dokumentasi tersebut bahkan telah diberikan kepada tim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang ikut menelusuri kematian Yosua.
"Kami berikan 14 foto dokumentasi luka yang ada di tubuh almarhum Brigdir Yosua," kata dia.
Keluarga mendapatkan foto luka di sekujur tubuh Brigadir Yosua setelah memaksa membuka peti jenazah yang datang ke rumah duka di Jambi, pada Sabtu pagi, 9 Juli lalu. Awalnya, polisi yang mengantar melarang keluarga membuka peti jenazah. Namun, keluarga mendesak dengan beralasan ingin memberikan formalis kepada jenazah karena baru akan dikubur pada Senin.
"Keluarga meminta polisi-polisi yang mengawal peti untuk keluar dari ruang keluarga. Setelah itu keluarga foto semua badan jasad Yosua. Dapat 14 foto," ucapnya.
Selain itu, keluarga juga masih mempertanyakan isi percakapan Brigadir Yosua dengan keluarga. Sebabnya, pada Jumat pagi sekira pukul 10.00, sebelum kejadian penembakan di kediaman Ferdy Sambo, Yosua masih menghubungi keluarga. Yosua memberi kabar keluarga bahwa dirinya sedang berada di Magelang, Jawa Tengah, menemani Ferdy Sambo.
"Dia kontak ibunya, dan bilang nanti telpon lagi sore karena nggak enak telepon selagi bertugas dan ada komandannya."
Keluarga mempertanyakan tiga telepon genggam yang digunakan Brigadir Yosua, yang belum ditemukan hingga hari ini. Menurut dia, keberadaan tiga telepon genggam Brigadir Yosua itu mesti diungkap untuk menelusuri percakapan Yosua.
"Ini kejanggalannya. Karena itu, mesti ditelusuri lewat provider ke siapa saja Josua telpon pada Jumat itu."
Keluarga juga meminta polisi menyita mobil yang dikendarai Ferdy Sambo dan Brigadir Yosua dari Magelang menuju DKI Jakarta. Keluarga menduga ada jejak informasi yang berada di mobil yang dikendarai Ferdy Sambo bersama Brigadir Yosua itu.
"Mobil yang membawa Kadiv Propram dan Josua dari Magelang ke Jakarta mesti disita karena diduga ada bercak darah sebagai lokasi terjadinya tindak pidana," ujarnya.
Komnas HAM membenarkan telah menerima banyak foto dan video kondisi Brigadir Yosua yang didokumentasikan keluarga. Bahkan foto-foto yang didapatkan Komnas HAM lebih banyak dari yang beredar di publik.
"Kami diberikan banyak keterangan, kami diberikan banyak foto, kami juga diberikan banyak video,” kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.
Secara terpisah, Anggota Komnas HAM lainnya, Heriansyah, meminta kepolisian transparan dalam mengusut kasus ini. Komnas HAM menyarankan polisi melibatkan media dalam proses olah tempat kejadian perkara di rumah Ferdy Sambo.
"Karena yang didorong transparansi, bukan prosedural dari kepolisian," kata Heriansyah.
Selain itu, Komnas HAM mendukung dilakukannya otopsi independen di luar kepolisian sebagai pembanding dari hasil bedah mayat yang telah dilakukan Koprs Bhayangkara. Upaya otopsi, kata dia, merupakan langkah untuk menjawab keraguan dari pihak keluarga terhadap keterangan polisi berkaitan dengan penyebab kematian Brigadir Yosua.
"Untuk mendapatkan informasi awal soal kondisi di tubuh korban mesti dipastikan lewat saintifikasi investigasi, yaitu melalui otopsi. Biasanya kami libatkan ahli forensik dari universitas kedokteran dan disaksikan keluarga," ucapnya.
"Dalam beberapa kasus memang untuk mengungkap kematian dilakukan otopsi di luar internal kepolisian."
Polisi menyatakan Yosua tewas pada Jumat, 8 Juli 2022, di kediaman Irjen Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dia disebut tewas setelah terlibat adu tembak dengan rekannya, Bharada RE.
Brigadir J disebut sempat melakukan pelecehan terhadap istri Ferdy, Putri Candrawathi dan bahkan menodongkan pistol ke kepalanya. Putri lantas berteriak yang kemudian terdengar oleh Bharada RE. Kedua ajudan tersebut kemudian terlibat dalam adu tembak yang menyebabkan Yosua tewas.