TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga korban kecelakaan pesawat Loin Air Boeing JT-610 belum berencana menempuh jalur hukum dalam perkara dugaan penyelewengan dana oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT.
“Belum, belum, belum ada komunikasi lagi karena setelah masalah ini, kita sudah mulai beraktivitas normal. Jadi masing-masing punya aktivitas, sehingga tidak terlalu fokus dengan masalah ini,” kata Anton Sahadi, seorang perwakilan keluarga korban kepada Tempo, Senin, 11 Juli 2022.
Namun, ia berharap keluarga ahli waris, terutama yang menunjuk dan mempercayakan ACT dalam mengelola dana CSR darI Boeing, ikut serta agar masalah ini cepat terselesaikan. “Karena tidak semua yang ikut ACT, saya berharap teman-teman berpartisipasi agar teman-teman Polri bisa cukup data dan dukungan, sehingga bisa menyelesaikannya,” ujarnya.
Selain itu, Anton meminta Jenderal Listyo Sigit benar-benar mengambil sikap. “Benar-benar tegas. Sapu aja habis-habis orang-orang yang berkedok agama. Ini momentum juga untuk membuktikan kredibilitas atau cara kerja, salam presisi. Kita sikat habis aja ini. Jangan sampai nanti, kepala orang ini dijual dengan kedok agama,” ujarnya.
Hari ini penyidik Bareskrim Polri memeriksa eks Presiden ACT Ahyudin. Dia diperiksa dalam perkara dugaan penyelewengan dana bantuan korban kecelakaan Lion Air Boeing JT-610.
Ahyudin tampak mendatangi Bareskrim Polri pada pagi tadi. Kuasa hukum Ahyudin,Teuku Pupun Zulkifli mengatakan kedatangannya bersama kliennya ke Bareskrim Polri masih dalam tahap pemeriksaan.
“Tapi ini masih tahap pemeriksaan, InsyaAllah habis ini kita akan selesaikan,” katanya kepada wartwan di Gedung Bareskrim Polri, Senin, 11 Juli 2022.
Teuku Pupun mengatakan pemeriksaan hari ini Masih seputar legalitas ACT. “Tapi kita liat perkembangan kedepan, kan masih ada beberapa tahapan,” ujarnya.
Soal penyelewengan dana korban kecelakaan Lion Air Boeing JT-610, kata Pupun, masih dugaan dan belum ada pembuktian.
“Itu, kan masih dugaan belum ada pembuktiannya, tentu akan dipemeriksaan. Ini akan kita jelasakan sejauh mana kapasitasnya, ini kan masih dugaan semua,” ujarnya.
Sebelumnya, Mabes Polri mengatakan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mendapat rekomendasi dari 68 ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610 yang terjadi pada 18 Oktober 2018 untuk mengelola dana sosial atau CSR Rp 138 miliar.
“Kasus masih dalam tahap penyelidikan,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah kepada Tempo, Sabtu, 9 Juli 2022.
Nurul mengatakan pada kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610, masing-masing ahli waris mendapat dana sosial/CSR US$ 144.500 atau setara Rp 2.066.350.000,- yang tidak dapat dikelola langsung, melainkan harus menggunakan lembaga/yayasan, dalam hal ini melalui ACT.
“Dan pada saat permintaan persetujuan kepada pihak Boeing dari para ahli waris korban, pihak ACT sudah membuatkan format berupa isi dan/atau tulisan pada email yang kemudian meminta format tersebut dikirimkan oleh ahli waris korban kepada pihak Boeing sebagai persetujuan pengelolaan dana sosial/CSR,” ujarnya.
Namun, ACT tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial/CSR yang diterimanya dari pihak Boeing kepada ahli waris korban, termasuk nilai, serta progres pekerjaan yang dikelola oleh ACT.
“Diduga pihak ACT tidak merealisasikan/menggunakan seluruh dana sosial/CSR yang diperoleh dari pihak Boeing, melainkan sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff,” ujarnya.
Baca juga: Eks Presiden ACT Ahyudin Datangi Bareskrim, Kuasa Hukum: Masih Tahap Pemeriksaan
MUTIA YUANTISYA