TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan aliran dana dari 10 negara untuk lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT). Dari negara-negara tersebut, ACT menerima transfer dana hingga 2.000 kali dengan nilai total mencapai Rp64 miliar.
Adapun 10 negara yang mentransfer sejumlah uang ke ACT itu misalnya Jepang, Turki, Inggris, Malaysia, Singapura, Amerika, Jerman, Hongkong, Australia, dan Belanda.
"Angka paling tinggi itu adalah Rp20 miliar lebih, ya, hampir Rp21 miliar," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Juli 2022.
Selain menerima transfer dana, Ivan menyebut ACT juga mentransfer sejumlah uang ke luar negeri. Dari hasil analisis PPATK, total ACT melakukan transfer sebanyak 450 kali ke luar negeri dengan total sekitar Rp52 miliar.
"Jadi memang kegiatan-kegiatan dari entitas yayasan ini (ACT) ada terkait dengan aktivitas di luar negeri. Karena bantuan bisa di mana pun juga, tidak hanya di dalam negeri, tapi juga membantu saudara-saudara kita yang kesulitan yang ada di luar negeri ," ujar Ivan.
Dipakai Bisnis
Per hari ini, PPATK membekukan 60 rekening milik ACT dan yayasan turunannya yang tersebar di 33 penyedia jasa keuangan. Pembekuan rekening ini karena indikasi penyelewengan dana masyarakat di ACT semakin kuat. Salah satu bentuk dugaan penyelewengan itu berupa pengelolaan dana hasil sumbangan masyarakat untuk bisnis ACT dan lembaga di bawahnya.
"Jadi kami menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis, sehingga tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan kepada tujuan. Tetapi sebenarnya dikelola dahulu sehingga terdapat keuntungan di dalamnya," kata Ivan.
Menurut Ivan, salah satu temuan PPATK itu seperti transferan senilai Rp30 miliar dari ACT kepada anak usaha lembaga filantropi tersebut. Dari hasil pemutaran uang itu, Ivan menyebut ACT meraup keuntungan.
Ivan menjelaskan, temuan ini merupakan hasil analisis yang dilakukan PPATK terhadap ACT sejak 2018. Ia memastikan pembekuan 60 rekening ini karena telah melanggar Peraturan Presiden nomor 18 Tahun 2017 tentang pengumpulan dan penyaluran dana publik untuk pemberian bantuan.
"Peraturan telah jelas mengatur setiap lembaga atau organisasi masyarakat (ormas) yang melakukan penghimpunan dan penyaluran sumbangan untuk melakukan prinsip-prinsip kehati-hatian dan harus dikelola secara akuntabel," ujar Ivan.
Baca juga: PPATK Ungkap Jumlah Dana yang Dikelola ACT Setiap Tahun Capai Rp 1 Triliun
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.