TEMPO.CO, Jakarta - Seorang warga Pulau Sangihe, Robinson Saul, ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Kepulauan Sangihe. Kelompok Save Sangihe Island menyebut hal itu sebagai kriminalisasi terhadap warga yang menentang pertambangan emas PT Tambang Mas Sangihe (TMS).
Koordinator Save Sangihe Island, Alfred Pontolodo, menyatakan bahwa Polres Kepulauan Sangihe telah mengirimkan surat pemanggilan terhadap Robinson pada 27 Juni lalu.
"Pada 30 Juni Robinson menghadiri panggilan seorang diri, diperiksa dan langsung ditahan di Polres Sangihe," kata Alfred melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Sabtu, 2 Juni 2022.
Menurut Alfred, polisi menuduh Robinson membawa senjata tajam di saat aksi penghadangan alat berat PT TMS pada 13 Juni 2022. Robinson dituding telah melanggar Undang-Undang Darurat Republik Indonesia No. 12 Tahun 1951, Pasal 2 ayat 1.
Alfred menyatakan bahwa Robinson memang sempat membawa sebuah pisau putih pada aksi penghadangan tersebut. Pisau itu, menurut Alfred, merupakan benda pusaka yang diwariskan dari mertua laki-laki Robinson.
"Namun pisau itu digunakan tidak untuk melakukan kejahatan, sebagaimana tuduhan polisi. Pisau itu digunakan sehari-hari untuk melaut (memotong umpan, memotong tali jangkar, membersihkan tiram)," kata Alfred.
Dia menyatakan, Robinson ikut dalam aksi pada 13-16 Juni secara spontan. Dia baru pulang dari melaut dan langsung bergabung dengan warga lainnya karena mendengar kabar terjadi mobilisasi alat berat PT TMS secara ilegal.
"Pisau itu tidak pernah digunakan untuk mengancam siapapun namun jatuh saat aksi berlangsung. Polisi mendapatkan pisau itu dari seorang tentara yang ikut mengkawal alat berat PT TMS," kata dia.
Tindakan Robinson, menurut Alfred, jelas bukan tindak pidana. Sebab, yang dibawa Robinson itu bukan senjata tajam, melainkan alat yang digunakan sehari-hari untuk mencari nafkah sebagai nelayan. Dia pun menilai polisi telah melakukan kriminalisasi sebagai upaya menekan resistensi warga yang menolak keras kehadiran tambang PT TMS di Pulau Sangihe.
Alfred juga merasa heran dengan tindakan polisi yang mengawal mobilisasi alat berat PT TMS. Padahal, izin lingkungan perusahaan tersebut telah dibatalkan oleh PTUN Manado pada bulan lalu.
"Selain itu, Polisi juga tidak melakukan penegakan hukum apapun atas tindak pidana PT TMS yang telah menggunakan fasilitas publik seperti jalan umum," kata dia.
Karena itu, Save Sangihe Island mendesak agar upaya kriminalisasi terhadap Robinson dihentikan. Mereka juga mendesak Kapolres Kepulauan Sangihe untuk segera proses hukum PT TMS yang melakukan mobilisasi alat berat secara ilegal, juga menggunakan fasiltas publik jalan raya.
Mereka juga mendesak Kapolri Jenderal Lystyo Sigit Prabowo untuk memeriksa Kapolres Kepulauan Sangihe atas dugaan persekongkolan dengan PT TMS, dengan membiarkan tetap beraktivitas secara ilegal.
Sebelumnya warga Kepulauan Sangihe memenangkan gugatan yang mereka ajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado. Dalam putusannya, PTUN Manado membatalkan Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Emas PT TMS. Keputusan tersebut dibacakan pada Kamis, 2 Juni 2022.
PT Tambang Mas Sangihe sendiri disebut mengantongi izin untuk mengekspolitasi Pulau Sangihe dari Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM-RI sejak Januari 2022. Akan tetapi, penolakan terhadap keberadaan perusahaan itu sudah berjalan selama satu tahun lebih. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) bahkan sempat mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi agar aktivitas pertambangan di pulau yang berbatasan langsung dengan Filipina itu dihentikan.
Baca: Alat Berat Diduga untuk Tambang Emas Masuk Sangihe, JATAM Sebut Pembangkangan