TEMPO.CO, Jakarta - Santi Warastuti berkali-kali menyeka air matanya saat mendengar para anggota DPR berjanji untuk turut memperjuangkan legalisasi ganja untuk medis. Janji itu dilontarkan sejumlah anggota Komisi Hukum dalam rapat dengar pendapat dengan pakar dari Yayasan Sativa Nusantara--lembaga riset dan advokasi di bawah gerakan Lingkar Ganja Nusantara (LGN), Kamis, 30 Juni 2022.
Santi turut diundang hadir dalam rapat tersebut. Ibu yang memiliki anak penderita celebral palsy itu sedang berjuang agar putrinya bisa segera mendapatkan pengobatan terapi ganja medis.
"Insyaallah, bismillah, saya optimistis untuk pelaksanaan (legalisasi) ganja medis di Indonesia," ujar warga Sleman, Yogyakarta itu ditemui usai mengikuti RDP di Kompleks Parlemen Senayan, pada Kamis, 30 Juni 2022.
Santi Warastuti bersama keluarga penderita celebral palsy lainnya sebelumnya sudah berupaya melayangkan gugatan uji materi UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ke MK pada 2020 lalu. Mereka menggugat dua pasal, yakni Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 8 ayat 1.
Pasal pertama yang digugat itu mengatur penggolongan narkotik, terutama golongan I. Adapun pasal kedua melarang penggunaan narkotik golongan I untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Pada bagian penjelasan, undang-undang itu menyebutkan golongan I merupakan narkotik yang hanya dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Sudah dua tahun berjalan, sampai saat ini belum juga ada putusan dari MK. Sementara itu, kata Santi, anaknya terus kejang dan pengobatannnya berpacu dengan waktu. Sampai saat ini pengobatan yang paling efektif untuk pengidap celebral palsy adalah menggunakan minyak biji ganja. Di tengah perkara uji materi UU Narkotika yang tak kunjung tuntas tersebut, Santi menaruh harapan besar pada DPR RI untuk melegalkan ganja medis lewat revisi UU Narkotika.
Wakil Ketua Komisi III Desmond J. Mahesa berjanji usulan penggunaan ganja untuk kepentingan medis akan dibahas dalam revisi UU Narkotika yang kini tengah digodok komisinya.
"Apabila masukan ini telah mendapat hasil kajian atau penelitian secara komprehensif dan mendapat persetujuan bersama, Panja RUU Narkotika DPR RI akan mempertimbangkan mengeluarkan tanaman ganja dari daftar narkotika golongan I menjadi golongan II atau III agar bisa diakses oleh masyarakat untuk kebutuhan kesehatan," ujar Desmond di Kompleks Parlemen, Senayan pada Kamis, 30 Juni 2022.
Kamis ini, Komisi III DPR RI menghadirkan Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Nusantara, Dhira Narayana, serta Ketua Pembina Yayasan Sativa, Musri Musman untuk meminta masukan soal penggunaan ganja untuk medis.
Mursri Musman memaparkan bahwa tanaman ganja sangat berpotensi dalam penanganan medis. Minyak yang dihasilkan dari ekstrak tanaman ganja, kata Musri, mampu mengurangi efek dan keluhan pada berbagai penyakit.
"Utamanya kandungan cannabidiol (CBD) dalam ganja yang sudah terbukti dalam dunia medis," ujar ahli farmakologi itu.
Musri menjelaskan, untuk mengantisipasi kekhawatiran banyak kalangan ihwal penyalahgunaan ganja, sebenarnya dapat dibuat regulasinya. Petugas medis akan mengatur kadar
ekstrak ganja yang diberikan. Pemanfaatan ganja untuk medis, kata dia, sangat bergantung pada konsentrasi ganja.
Untuk menjamin regulasi ditegakkan, Musri mengusulkan agar nantinya dibentuk lembaga pengawas ganja. Pengawas bisa terdiri dari tiga lembaga, yaitu Kementerian Kesehatan, BNN, dan Polri. Lembaga ini akan bertugas melokalisir wilayah-wilayah tempat budidaya tanaman ganja untuk medis dan melakukan pengawasan agar penanaman ganja tidak menjadi liar.
Sembari menunggu revisi UU Narkotika dan juga putusan MK yang tak kunjung turun, Anggota Komisi III DPR I Wayan Sudirta mengusulkan agar pengubahan ganja dari narkotika golongan I menjadi golongan II atau III dilakukan lewat revisi Peraturan Menteri Kesehatan.
Kewenangan untuk mengubah golongan ganja berada di tangan Kementerian Kesehatan lewat Peraturan Menteri Kesehatan sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat 3 UU Narkotika.
"Jadi tidak perlu menunggu revisi undang-undang, karena ini kebutuhan mendesak, bisa lewat PMK. Itu tidak sulit kok mengubahnya, asalkan ada kemauan bersama," ujar Wayan di lokasi yang sama.
Merespons berbagai usulan pakar dan juga anggota fraksi, Komisi Hukum DPR akan segera melakukan Focus Group Discussion dengan Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan pakar kesehatan lainnya untuk mengkaji kemungkinan ganja untuk medis ini. Desmond menyatakan harus ada kajian untuk mengeluarkan ganja dari narkotika golongan I seperti tercantum dalam UU Narkotika.
"Harus ada kajian yang komprehensif soal ganja untuk medis ini," ujar dia.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.