TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menetapkan mantan Direktur PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar menjadi tersangka kasus korupsi. Dia diduga terlibat kasus korupsi yang berkaitan dengan pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia yang merugikan negara triliunan Rupiah.
"Kami menetapkan tersangka baru, yaitu ES eks Dirut PT Garuda," kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin di kantor Kejakasaan Agung, Jakarta, Senin, 27 Juni 2022.
Selain Emirsyah, KPK juga menetapkan tersangka lain yaitu mantan Direktur Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo.
Burhanudin mengatakan kerugian negara dalam kasus ini sebanyak Rp 8 triliun.
Sebelumnya, Kejaksaan telah mengumumkan tiga tersangka di kasus ini. Di antaranya VP Strategic Management Office Garuda Indonesia 2011-2012, Setijo Awibowo; Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia 2009-2014, Agus Wahjudo; dan VP Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2012 Albert Burhan.
Ketiga tersangka dijerat dengan pasal primer Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsider Pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dugaan korupsi ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 18 unit pesawat Sub 100 seater tipe jet kapasitas 90 seat (tempat duduk) jenis Bombardier CRJ-1000 pada tahun 2011, baik tahap perencanaan maupun tahap evaluasi tidak sesuai dengan prosedur pengelolaan armada PT Garuda Indonesia.
Dalam tahapan perencanaan oleh tersangka Setijo Awibowo diduga tidak terdapat laporan analisis pasar, laporan rencana rute, laporan analisis kebutuhan pesawat, dan tidak terdapat rekomendasi dan persetujuan board of director (BOD).
Tahap pengadaan pesawat evaluasi, kata dia, mendahului Rencana Jangka Panjang Perusahaan dan/atau Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan, dan tidak sesuai dengan konsep bisnis full service airline PT Garuda Indonesia (persero) Tbk.
Akibat pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR 72-600 yang tidak sesuai dengan PPA, prinsip-prinsip pengadaan BUMN dan prinsip business judgment rule, performance pesawat selalu alami kerugian saat dioperasikan. Hal ini menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar 609.814.504 dolar Amerika Serikat atau nilai ekuivalen Rp 8,8 triliun.
Baca: Bakal Ada Tersangka Baru, Begini Perjalanan Kasus Korupsi Garuda Indonesia