TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung bakal menetapkan tersangka baru dalam kasus pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia hari ini Senin 27 Juni 2022 pukul 12.30 WIB. Dalam kesempatan tersebut, kejaksaan juga akan menungkapkan status kasus impor garam dari penyelidikan ke penyidikan.
"Pernyataan akan disampaikan oleh Jaksa Agung RI, Menteri BUMN, dan Ketua BPKP," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keteranganya, Senin 27 Juni 2022.
Sebelumnya, Kejagung sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus sewa pesawat Garuda Indonesia. Mereka adalah Setijo Awibowo (SA), VP Strategic Management Office Garuda Indonesia 2011-2012; Agus Wahjudo, Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia 2009-2014; serta Albert Burhan (AB), VP Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2012.
Mereka diancam pidana primair Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Subsidiair: Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Saat ini, berkas perkara dan tersangka telah dilimpahkan tahap II. "Penyerahan kepada jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang dilaksanakan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," kata Ketut Rabu 22 Juni 2022.
Menurut dia tiga berkas perkara tersebut atas nama tersangka AW, SA, dan AB. Penyerahan tahap II tersebut, kata Ketut, terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 18 unit pesawat Sub 100 seater tipe jet kapasitas 90 seat jenis Bombardier CRJ-100 pada 2011. Mereka pun ditahan di Rutan Salemba.
"Diketahui dalam rangkaian proses pengadaan pesawat CRJ-1000 tersebut, baik tahap perencanaan maupun tahap evaluasi tidak sesuai dengan prosedur pengelolaan armada (PPA) PT Garuda Indonesia (persero) Tbk," ujar Ketut.
Dalam tahapan perencanaan yang dilakukan tersangka SA, ujar Ketut, tidak terdapat laporan analisa pasar, laporan rencana rute, laporan analisa kebutuhan pesawat, dan tidak terdapat rekomendasi BOD dan Persetujuan BOD. Kemudian, dalam tahap pengadaan pesawat evaluasi, dilakukan mendahului RJPP dan/atau RKAP dan tidak sesuai dengan konsep bisnis full service airline PT Garuda Indonesia (persero) Tbk.
Ketut menuturkan ES selaku Direktur Utama, H selaku Direktur Teknik, ditambah tersangka AW, AB dan SA bersama tim perseoran/tim pengadaan melakukan evaluasi dan menetapkan pemenang Bombardier CRJ-1000 secara tidak transparan, tidak konsisten dalam penetapan kriteria, dan tidak akuntabel dalam penetapan pemenang.
"Akibat proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR72-600 yang dilakukan tidak sesuai dengan PPA, prinsip-prinsip pengadaan BUMN dan prinsip business judgment rule, mengakibatkan performance pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan," katanya.
Perbuatan itu, menurut jaksa, menimbulkan kerugian keuangan negara US$ 609.814.504,00 atau nilai ekuivalen Rp 8.819.747.171.352,00.
MUTIA YUANTISYA